BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1.1 Pengertian Etika
Etik atau ethics berasal dari kata yunani,
yaitu etos yang artinya adat, kebiasaan, perilaku, atau karakter. Sedangakan
menurut kamus Webster, etik adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang apa yang
baik dan buruk secara moral. Dari pengertian diatas, etika adalah ilmu tentang
kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam
masyarakat yang menyangkut aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang menentukan
tingkah laku yang benar, yaitu: baik dan buruk, kewajiban dan tanggung
jawab.(Ismani,2001).
Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani
adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom).
Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah
dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti
juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang
baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.Etika dan moral
lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat
perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan,
sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. (Rahajo,2002)
1.2 Pengertian Profesional
Biasanya
dipahami sebagai suatu kualitas yang wajib dipunyai oleh setiap eksekutif yang
baik. Ciri-ciri profesionalisme:
Punya
ketrampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran dalam menggunakan
peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan
dengan bidang tadi
Punya
ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah dan peka
di dalam membaca situasi cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan
terbaik atas dasar kepekaan
Punya
sikap berorientasi ke depan sehingga punya kemampuan mengantisipasi
perkembangan lingkungan yang terbentang di hadapannya
Punya
sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka
menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yang
terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya
2.2.1 CIRI KHAS PROFESI
Menurut
Artikel dalam International Encyclopedia
of education, ada 10 ciri khas suatu profesi, yaitu:
1.
Suatu bidang pekerjaan yang terorganisir dari jenis intelektual yang
terus berkembang dan diperluas
2.
Suatu teknik intelektual
3.
Penerapan praktis dari teknik intelektual pada urusan praktis
4.
Suatu periode panjang untuk pelatihan dan sertifikasi
5.
Beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan
6.
Kemampuan untuk kepemimpinan pada profesi sendiri
7.
Asosiasi dari anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang erat
dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggotanya
8.
Pengakuan sebagai profesi
9.
Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab
dari pekerjaan profesi
10.
Hubungan yang erat dengan profesi lain
2.2.2 Tujuan Etika Profesi
Prinsip-prinsip
umum yang dirumuskan dalam suatu profesi akan berbeda satu dengan yang lainnya.
Hal ini disebabkan perbedaan adat, kebiasaan, kebudayaan, dan peranan tenaga
ahli profesi yang didefinisikan dalam suatu negar tidak sama. Adapun yang menjadi tujuan pokok dari rumusan
etika yang dituangkan dalam kode etik (Code
of conduct) profesi adalah:
1.
Standar-standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab terhadap
klien, institusi, dan masyarakat pada umumnya
2.
Standar-standar etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan apa
yang harus mereka perbuat kalau mereka menghadapi dilema-dilema etika dalam
pekerjaan
3.
Standar-standar etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau nama dan
fungsi-fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan-kelakuan yang jahat
dari anggota-anggota tertentu
4.
Standar-standar etika mencerminkan / membayangkan pengharapan
moral-moral dari komunitas, dengan demikian standar-standar etika menjamin
bahwa para anggota profesi akan menaati kitab UU etika (kode etik) profesi
dalam pelayanannya
5.
Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan
integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi
6.
Perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak sama dengan hukum
(atau undang-undang). Seorang ahli profesi yang melanggar kode etik profesi
akan menerima sangsi atau denda dari induk organisasi profesinya.
1.3 Praktek Keperawatan
Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri
perawat melalui kolaborasi dengan sistem klien dan tenaga kesehatan lain dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya
pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk praktik keperawatan individual dan
berkelompok. ( Rancangan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tentang
Praktik Keperawatan ).
1.3.1 Standar Praktek Keperawatan
Karena keperawatan telah meningkat kemandiriannya sebagai
suatu profesi, sejumlah standar praktek keperawatan telah ditetapkan. standar
untuk praktek sangat penting sebagai petunjuk yang obyektif untuk perawat memberikan
perawatandan sebagai kriteria untuk melakukan evaluasi asuhan ketika standar
telah didefinisikan secara jelas, klien dapat diyakinkan bahwa mereka
mendapatkan asuhan keperawatan yang berkualitas tinggi, perawat mengetahui
secara pasti apakah yang penting dalam pemberian askep dan staf administrasi
dapat menentukan apakah asuhan yang diberikan memenuhi standar yang berlaku.
1.
Standar Canadian Nurses
Association untuk praktek keperawatan:
1. Praktik keperawatan memerlukan
model konsep keperawatan yang menjadi dasar praktek.
2. Praktek keperawatan memerlukan
hubungan yang saling membantu untuk menjadi dasar interaksi antara
klien-perawat.
3. Praktek keperawatan menuntut
perawat untuk memenuhi tanggung jawab profesi.
2.
Standar Praktek Keperawatan Klinik Dari ANA
1. Standar Perawatan
Menguraikan tingkat asuhan
keperawatan yang kompeten seperti yang diperlihatkan oleh proses keperawatan
yang mencakup semua tindakan penting yang dilakukan oleh perawat dalam
memberikan perawatan dan membentuk dasar pengambilan keputusan klinik:
1) Pengkajian : Perawat
mengumpulkan data kesehatan pasien
2) Diagnosa : Perawat
menganalisis data yang diperoleh melalui pengkajian untuk menentukan diagnosa
3) Identifikasi hasil: Perawat
mengidentifikasi hasil yang diharapkan secara individual pada pasien
4) Perencanaan : Perawat membuat
rencana perawatan yang memuat intervensi-intervensi untukuntuk mencapai hasil
yang diharapkan
5) Implementasi : Perawat
mengimplementasikan intervensi-intervensi yang telah diidentifikasi dalam
rencana perawatan
6) Evaluasi: Perawat mengevaluasi
kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil
Standar Kinerja Profesional
1) Kualitas perawatan: perawat
secara sistematis mengevaluasi kualitas dan keefektifan praktik keperawatan
2) Penilaian kinerja: Perawat
mengevaluasi praktik keperawatan dirinya sendiri dalam hubungannya dengan
standar-standar praktik profesional dan negan peraturan yang relevan
3) Pendidikan: Perawat
mendapatkan dan mempertahnkan pengetahuan sekarang dalam praktik keperawatan
4) Kesejawatan: Perawat
memberikan kontribusi pada perkembangan profesi dari teman sejawat, kolega dan
yang lainnya
5) Etik: Keputusan dan tindakan
perawat atas nama pasien ditentukan dengan cara etis
6) Kolaborasi: Perawat melakukan
kolaborasi dengan pasien, kerabat lain, dan pemberi perawatan kesehatan dalam memberikan
perawatan pada pasien
7) Riset: Perawat menggunakan
temuan riset dalam praktik
8) Penggunaan sumber: Perawat
mempertimbangkan faktor-faktor yang berhubungan dengan keamanan.
2.4 Kode Etik Keperawatan
Persatuan
Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menyadari bahwa perawat Indonesia yang
berjiwa pancasila dan UUD 1945 merasa terpanggil untuk menunaikan kewajiban
dalam bidang keperawatan dengan penuh tanggung jawab, berpedoman kepada
dasar-dasar seperti tertera di bawah ini:
1. Perawat dan Klien
a. Perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan menghargai harkat dan martabat manusia, keunikan klien, dan tidak
terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis
kelamin, aliran politik, dan agama yang dianut serta kedudukan social.
b. Perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan senantiasa memelihara suasana lingkungan yang menghormati
nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari klien
c. Tanggung jawab utama perawat adalah kepada
mereka yang membutuhkan asuhan keperawatan
d.
Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui sehubungan
dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh berwenang
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
2. Perawat dan Praktik
a. Perawat memelihara dan meningkatkan kompetisi
dibidang keperawatan melalui belajar terus menerus
b. Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan
keperawatan yang tinggi disertai kejujuran professional yang menerapkan
pengetahuan serta keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.
c. Perawat dalam membuat keputusan didasarkan
pada informasi yang akurat dan mempertimbangkan kemampuan serta kualifikasi
seseorang bila melakukan konsultasi, menerima delegasi dan memberikan delegasi
kepada orang lain
d.
Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan
dengan selalu menunjukkan perilaku professional
3. Perawat dan Masyarakat
Perawat mengemban tanggung jawab bersama
masyarakat untuk memprakarsai dan mendukung berbagai kegiatan dalam memenuhi
kebutuhan dan kesehatan masyarakat.
4. Perawat dan Teman Sejawat
a. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik
dengan sesama perawat maupun dengan tenaga kesehatan lainnya, dan dalam
memelihara keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh
b. Perawat bertindak melindungi klien dari
tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan secara tidak kompeten,
tidak etis dan illegal.
5. Perawat dan Profesi
a. Perawat mempunyai peran utama dalam
menentukan standar pendidikan dan pelayanan keperawatan serta menerapkannya dalam
kegiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan
b. Perawat berperan aktif dalam berbagai
kegiatan pengembangan profesi keperawatan
c. Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya
profesi untuk membangun dan memelihara kondisi kerja yang kondusif demi
terwujudnya asuhan keperawatan yang bermutu tinggi.
2.5 Pentingnya Undang-Undang Praktik Keperawatan
Undang – undang praktik keperawatan sudah
lama menjadi bahan diskusi para perawat. PPNI pada kongres Nasional keduanya di
Surabaya tahun 1980 mulai merekomendasikan perlunya bahan-bahan
perundang-undangan untuk perlindungan hukum bagi tenaga keperawatan. Tidak
adanya undang-undang perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat secara penuh
belum dapat bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan. Tumpang
tindih antara tugas dokter dan perawat masih sering terjadi dan beberapa
perawat lulusan pendidikan tinggi merasa frustasi karena tidak adanya kejelasan
tentang peran, fungsi dan kewenangannya. Hal ini juga menyebabkan semua perawat
dianggap sama pengetahuan dan ketrampilannya, tanpa memperhatikan latar
belakang ilmiah yang mereka miliki.
Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang
Praktik Keperawatan dibutuhkan. Pertama, alasan filosofi. Perawat telah
memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat
berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah
dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi
pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian
perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hokum (WHO, 2002).
Kedua, alasan yuridis. UUD 1945, pasal 5,
menyebutkan bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Demikian Juga UU Nomor 23 tahun 1992,
Pasal 32, secara eksplisit menyebutkan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau
perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
itu. Sedang pasal 53, menyebutkan bahwa tenaga kesehatan berhak memperoleh
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. Ditambah
lagi, pasal 53 bahwa tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban
untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. Disisi lain secara
teknis telah berlaku Keputusan Menteri Kesehatan Nomor1239/Menkes/SK/XI/2001
tentang Registrasi dan Praktik Perawat.
Ketiga, alasan sosiologis. Kebutuhan
masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan semakin
meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan
kesehatan, dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis
penyakit dan pengobatan, ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat
penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen,
1996).
Disamping itu, masyarakat membutuhkan
pelayanan keperawatan yang mudah dijangkau, pelayanan keperawatan yang bermutu
sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, dan memperoleh kepastian
hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan pelayanan keperawatan. Keperawatan
merupakan salah satu profesi dalam dunia kesehatan . Sebagai profesi, tentunya
pelayanan yang diberikan harus professional, sehingga perawat/ners harus
memiliki kompetensi dan memenuhi standar praktik keperawatan, serta
memperhatikan kode etik dan moral profesi agar masyarakat menerima pelayanan
dan asuhan keperwatan yang bemutu.
Berdasarkan hasil kajian (Depkes & UI,
2005) menunujukkan bahwa terdapat perawat yang menetapkan diagnosis penyakit
(92,6%), membuat resep obat (93,1%), melakukan tindakan pengobatan didalam maupun
diluar gedung puskesmas (97,1%), melakukan pemeriksaan kehamilan (70,1%),
melakukan pertolongan persalinan(57,7%), melaksanakan tugas petugas kebersihan
(78,8%), dan melakukan tugas administrasi seperti bendahara,dll (63,6%).
Pada keadaan darurat seperti ini yang disebut
dengan “gray area” sering sulit dihindari. Sehingga perawat yang tugasnya
berada disamping klien selama 24 jam sering mengalami kedaruratan klien
sedangkan tidak ada dokter yang bertugas. Hal ini membuat perawat terpaksa
melakukan tindakan medis yang bukan merupakan wewenangnya demi keselamatan
klien. Tindakan yang dilakukan tanpa ada delegasi dan petunjuk dari dokter,
terutama di puskesmas yang hanya memiliki satu dokter yang berfungsi sebagai
pengelola puskesmas, sering menimbulkan situasi yang mengharuskan perawat
melakukan tindakan pengobatan. Fenomena ini tentunya sudah sering kita jumpai
di berbagai puskesmas terutama di daerah-daerah tepencil. Dengan pengalihan
fungsi ini, maka dapat dipastikan fungsi perawat akan terbengkalai. Dan tentu
saja ini tidak mendapat perlindungan hukum karena tidak dipertanggungjawabkan
secara professional.
Pada
tahun 1989, PPNI sebagai organisasi perawat di Indonesia mulai memperjuangkan
terbentuknya UU Keperawatan. Berbagai peristiwa penting terjadi dalam usaha
mensukseskan UU Keperawatan ini. Pada tahun 1992 disahkanlah UU Kesehatan yang
didalamnya mengakui bahwa keperawatan merupakan profesi ( UU Kesehatan No.23,
1992). Peristiwa ini penting artinya, karena sebelumnya pengakuan bahwa
keperawatan merupakan profesi hanya tertuang dalam peraturan pemerintah (PP
No.32, 1996). Dan usulan UU Keperawatan baru disahkan menjadi RUU Keperawatan
pada tahun 2004.
Dalam
UU Tentang praktik keperawatan pada bab 1 pasal 1 yang ke-3 berbunyi : “ Asuhan keperawatan adalah
proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan baik langsung atau
tidak langsung diberikan kepada sistem klien disarana dan tatanan kesehatan
lainnya, dengan menggunakan pendekatan ilmiah keperawatan berdasarkan kode etik
dan standar pratik keperawatan.
Dan
pasal 2 berbunyi : “
Praktik keperawatan dilaksanakan berdasarkan pancasila dan berdasarkan pada
nilai ilmiah, etika dan etiket, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan
dan perlindungan serta keselamatan penerima dan pemberi pelayanan keperawatan.
2.6 Pelindungan Hukum Untuk Keperawatan
Perawat sebagai tenaga professional memiliki
akuntabilitas terhadap keputusan dan tindakannya. Dalam menjalankan tugas
sehari-hari tidak menutup kemungkinan perawat membuat kesalahan dan kelalaian
baik yang disengaja maupun yang tidak sengaja. Untuk
menjalankan praktiknya, maka secara hukum perawat harus dilindungi terutama
dari tuntutan malpraktik dan kelalaian pada keadaan darurat. Sebagai contoh,
misalnya di amerika serikat terdapat UU yang bernama Good Samaritan Acts yang
melindungi tenaga kesehatan dalam memberikan pertolongan pada keadaan darurat.
Di Kanada, terdapat UU lalu lintas yang membolehkan setiap orang untuk menolong
korban pada setiap situasi kecelakaan, yang bernama Traffic Acts. Di Indonesia, dengan telah terbitnya UU
kesehatan No.23 tahun 1992 memberikan suatu jalan untuk mengeluarkan Peraturan
Pemerintah termasuk disini UU yang mengatur praktik keperawatan dan
perlindungan dari tuntunan malpraktik. Diberbagai Negara maju dimana tuntutan
malpraktik terhadap tenaga professional semakin meningkat jumlahnya, maka
berbagai area pelayanan kesehatan telah melindungi para tenaga kesehatan
termasuk perawat dengan asuransi liabilitas atau asuransi malpraktik. Seiring
dengan perkembangan zaman, tidak menutup kemungkinan dimasa mendatang asuransi
malpraktik juga perlu dipertimbangkan bagi semua tenaga kesehatan termasuk
perawat di Indonesia.
2.7 Undang-Undang Yang Berkaitan Dengan Praktik Keperawatan
Undang-undang praktik keperawatan sudah lama
menjadi bahan diskusi para perawat. PPNI pada kongres Nasional ke duanya di
Surabaya tahun 1980 mulai merekomendasikan perlunya bahan-bahan
perundang-undangan untuk perlindungan hukum bagi tenaga keperawatan. Tidak
adanya Undang-Undang perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat secara penuh
belum dapat bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan. Tumpang
tindih antara tugas dokter dan perawat masih sering tejadi dan beberapa perawat
lulus pendidikan tinggi merasa prustasi karena tidak adanya kejelasan tentang
peran, fungsi dan kewenangannya. Hal ini juga menyebabkan semua perawat
dianggap sama pengetahuan dan ketrampilannya, tanpa memperhatikan latar
belakang ilmiah yang mereka miliki. UU dan peraturan lainnya yang ada di
Indonesia yang berkaitan dengan praktek keperawatan :
a. UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan
Bab
II (tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah
mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum.
b. UU No. 6 tahun 1963 tentang tenaga kesehatan
UU
ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini membedakan tenaga
kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, doter gigi
dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan sarjana atau tenaga
kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk bidan dan asisten farmasi dimana
dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker.
Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidik rendah dapat diberikaqn kewenangan
terbats untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung.
UU
ini boleh dikatakan sudah using karena hanya mengklaripikasikan tenaga
kesehatan secara dikotomis (tenaga sarjana dan bukan sarjana). UU ini juga
tidak mengatur landasan hukum bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya.
Dalam UU ini juga belum tercantum berbagai jenis tenaga sarjana keperawatan
seperti sekarang ini dan perawat ditempatkan pada posisi yang secara hukum
tidak mempunyai tanggung jawab mandiri karena harus tergantung pada tenaga
kesehatan lainnya.
A. KEWENANGAN
PRAKTIK MANDIRI ( Permenkes 148/2010 )
Pasal
2
1) Perawat
dapat menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan.
2) Fasilitas
pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi fasilitas pelayanan kesehatan di luar
praktik mandiri dan/atau praktik mandiri.
3) Perawat
yang menjalankan praktik mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berpendidikan minimal Diploma III (D III) Keperawatan.
Pasal 8
1) Pelaksanaan
Asuhan Keperawatan;
2) Pelaksanaan
Upaya Promotif, Preventif, Pemulihan, Dan Pemberdayaan Masyarakat; Dan
3) Pelaksanaan
Tindakan Keperawatan Komplementer.
4) Dalam
Memberikan Askep Boleh Memberikan Obat Bebas Dan Atau Obat Bebas Terbatas.
2.7 Registrasi dalam Praktek Keperawatan
Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 148/Menkes/Sk/I/2010
tentang Registrasi dan Praktek Keperawatan.






Tidak ada komentar:
Posting Komentar