Sabtu, 18 Januari 2014

makalah nabza



BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.    Pengertian NAPZA
1.     Narkoba adalah istilah yang merupakan singkatan dari Narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lain. Narkoba termasuk golongan bahan atau zat yang jika masuk kedalam tubuh akan mempengaruhi fungsi-fungsi yang dapat merusak tubuh terutama otak. Narkoba juga termasuk bahan adiktif karena dapat menimbulkan ketergantungan dan juga termasuk sebagai zat psikoaktif yang dapat mempengaruhi sistem kerja otak sehingga mengubah prilaku pemakainya menjadi cenderung lebih negativ.(BNN.2010)
a.       Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
b.      Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Lebih sering digunakan oleh dokter untuk mengobati gangguan jiwa.
c.       Bahan adiktif lainnya adalah zat atau bahan lain bukan narkotika dan psikotropika yang berpengaruh pada kerja otak dan dapat menimbulkan ketergantungan. (UU No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika) bahan ini bisa mengarahkan atau sebagai jalan adiksi terhadap narkotika.
d.      Dalam istilah para ulama, narkoba ini masuk dalam pembahasan mufattirot (pembuat lemah) atau mukhoddirot (pembuat mati rasa).

B.     Jenis-Jenis NAPZA (Subagyo Partodiharjo.2004)
Banyak sekali jenis-jenis narkotika yang terkadang masyarakat tidak mengetahuinya, baik bentuk dan bahayanya apabila menggunakan narkotika tersebut. Dalam UD No 35 tahun 2009 tentang narkotika, disebutkan bahwa narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran dan menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Yang dibedakan dalam 3 golongan, yaitu :
1.      Narkotika golongan 1
Berpotensi sangat tinggi menyebabkan ketergantungan, tidak digunakan untuk terapi.
Contoh : heroina, kokaina, tanaman ganja dan amfetamina dan lainya
2.      Narkotika golongan II
Berpotensi tidak menyebabkan ketergantungan, digunakan pada terapi sebagai pilihan terakhir.
Contoh : morfina dan lainnya
3.      Narkotika golongan III
Berpotensi ringan menyebabkan ketergantungan dan banyak digunakan dalam terapi
Contoh : kodeina dan lainnya

Berdasarkan cara pembuatannya, narkotika dibedakan kedalam 3 golongan, yaitu :
1.      Narkotika alami
Diambil dari tumbuh-tumbuhan
2.      Narkotika semi sintetik
Narkotika alami yang diolah dan diambil zat aktifnya
3.      Narkotika sintetik
Narkotika palsu yang dibuat dari bahan kimia

C.    Penyebab penyalahgunaan NAPZA
Penyalahgunaan dan ketergantungan narkotika terjadi akibat interaksi tiga factor yaitu :
1.      Factor narkotika
Semua jenis narkotika bekerja pada bagian otak yang menjadi pusat penghayatan kenikmatan, termasuk stimulasi seksual. Oleh karena itu penggunaan narkotika ingin diulangi lagi untuk mendapatkan kenikmatan yang diinginkan sesuai dengan khasiat farmakologinya.



2.      Factor individu
Kebanyakan penyalahgunaan narkotika dimulai atau terdapat pada remaja atau masa sekolah, sebab remaja atau pelajar yang sedang mengalami perubahan biologic, psikologik maupun social yang pesat merupakan individu yang rentan menyalahgunakan narkotika. Perubahan tersebut yaitu:
a.       Perubahan biologic
Mulai seperti postur badan orang dewasa dan ciri-ciri seksual sekunder mulai tampak
b.      Perubahan psikologik
Mulai melepaskan ikatan emosional dengan orangtuanya dalam rangka membentuk identitas diri.
c.       Perubahan social
Dalam rangka melonggarkan ikatan dengan orang tuanya, remaja membutuhkan teman sebayanya, minat terhadap lawan jenis juga mulai timbul. Diterimanya seorang remaja dalam kelompok merupakan kebanggaan tersendiri bagi seorang remaja.
3.      Factor lingkungan
a.       Lingkungan keluarga
b.      Lingkungan sekolah
c.       Lingkungan masyarakat

D.    Bahaya NAPZA
Kebanyakan zat didalam narkotika digunakan untuk pengobatan dan penelitian. Tetapi karena berbagai alasan mulai dari keinginan untuk coba-coba, ikut trend atau gaya, lambing status social, ingin melupakan persoalan dan lainnya. Maka narkotika kemudian disalahgunakan, penggunaan terus menerus dan berlanjut akan menyebabkan ketergantungan atau dependensi atau kecanduan.
1.      Ganja
Bahaya : skizofrenia
2.      Ekstasi
Bahaya : depresi, gangguan jiwa dan kerusakan otak dll
3.      Shabu
Bahaya : stroke dan kematian
4.      Heroin
Bahaya : apatis, gejala sakauw, overdosis dan kematian

E.     Penanggulangan NAPZA  (Ira Erwinaa.2008)
1.      Pencegahan
      Pencegahan dapat dilakukan, misalnya dengan:
a.    Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang NAPZA
b.   Deteksi dini perubahan perilaku
c.    Menolak tegas untuk mencoba (“Say no to drugs”) atau “Katakan tidak pada narkoba”
2.      Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi. Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus zat, dengan dua cara yaitu:
a.       Detoksifikasi tanpa subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat yang mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
b.      Detoksifikasi dengan substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut.
3.      Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin.
Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial, dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2001).

Sesudah klien penyalahgunaan/ ketergantungan NAPZA menjalani program terapi (detoksifikasi) dan konsultasi medik selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan dengan program pemantapan (pascadetoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka yang bersangkutan dapat melanjutkan ke program berikutnya yaitu rehabilitasi (Hawari, 2003).

Klien tersebut akan dirawat di unit rehabilitasi (rumah sakit, pusat rehabilitasi, dan unit lainnya) selama 3-6 bulan. Lama rawat di unit rehabilitasi berdasarkan parameter sembuh menurut medis bisa beragam 6 bulan dan 1 tahun, mungkin saja bisa sampai 2 tahun.

F.     Pengertian Metode
Metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan dengan hasil yang efektif dan efisien. Efektif artinya antara biaya, tenaga dan waktu seimbang dan efisien artinya suatu yang berkenaan dengan pencapaian suatu hasil (Asmuni Syukir.2000)

G.    Modalitas Terapi NAPZA
Berbagai kondisi yang mandasari gangguan penggunaan narkoba akan mempengaruhi jenis pengobatan yang akan diberikan kepada pasien, kebijakan untuk merawat dan memulangkan pasien, hasil yang dlharapkan, sumber daya manusia yang akan memberikan pelayanan, dan sikap terhadap perilaku pasien. Ada beberapa model pengobatan/terapi (rehabilitasi) yang popular dilaksanakan pada masalah gangguan penggunaan narkoba, antara lain:
1.    Therapeutic Community -TC Model, model ini merujuk pada keyakinan bahwa gangguan penggunaan NAPZA adalah gangguan pada seseorang secara menyeluruh. Dalam hal ini norma-norma perilaku diterapkan secara nyata dan ketat yang diyakinkan dan diperkuat dengan memberikan reward dan sanksi yang spesifik secara langsung untuk mengembangkan kemampuan mengontrol diri dan sosial/komunitas. Pendekatan yang dilakukan meliputi terapi individual dan kelompok, sesi encounter yang intensif dengan kelompok sebaya dan partisipasi dari lingkungan terapeutik dengan peran yang hirarki, diberikan juga keistimewaan (privileges) dan tanggung jawab. Pendekatan lain dalam program termasuk tutorial, pendidikan formal dan pekerjaan sehari-hari. TC model biasanya merupakan perawatan inap dengan periode perawatan dari dua belas sampai delapan belas bulan yang diikuti dengan program aftercare jangka pendek
2.    Model Medik, model ini berbasis pada biologik dan genetik atau fisiologik sebagai penyebab adiksi yang membutuhkan pengobatan dokter dan memerlukan farmakoterapi untuk menurunkan gejala-gejala serta perubahan perilaku. Program ini dirancang berbasis rumah sakit dengan program rawat inap sampai kondisi bebas dari rawat inap atau kembali ke fasilitas di masyarakat.
3.    Model Minnesota, model ini dikembangkan dari Hazelden Foundation dan Johnson Institute. Model ini fokus pada abstinen atau bebas NAPZA sebagai tujuan utama pengobatan. Model Minessota menggunakan program spesifik yang berlangsung selama tiga sampai enam minggu rawat inap dengan lanjutan aftercare, termasuk mengikuti program self help group (Alcohol Anonymous atau Narcotics Anonymous) serta layanan lain sesuai dengan kebutuhan pasien secara individu. Fase perawatan rawat inap termasuk; terapi kelompok, terapi keluarga untuk kebaikan pasien dan anggota keluarga lain, pendidikan adiksi, pemulihan dan program 12 langkah. Diperlukan pula staf profesional seperti dokter, psikolog, pekerja sosial, mantan pengguna sebagai addict counselor.
4.    Model Eklektik, model ini menerapkan pendekatan secara holistik dalam program rehabilitasi. Pendekatan spiritual dan kognitif melalui penerapan program 12 langkah merupakan pelengkap program TC yang menggunakan pendekatan perilaku, hal ini sesuai dengan jumlah dan variasi masalah yang ada pada setiap pasien adiksi.
5.    Model Multi Disiplin, program ini merupakan pendekatan yang lebih komprehensif dengan menggunakan komponen disiplin yang terkait termasuk reintegrasi dan kolaborasi dengan keluarga dan pasien.
6.    Model Tradisional, tergantung pada kondisi setempat dan terinpirasi dari hal-hal praktis dan keyakinan yang selama ini sudah dijalankan. Program bersifat jangka pendek dengan aftercare singkat atau tidak sama sekali. Komponen dasar terdiri dari : medikasi, pengobatan alternatif, ritual dan keyakinan yang dimiliki  oleh sistem lokal contoh : pondok pesantren, pengobatan tradisional  atau herbal.
7.    Faith Based Model, sama dengan model tradisional hanya pengobatan tidak menggunakan farmakoterapi.
Kemajuan akan dibuat grafik sesuai dengan rangkaian pengobatan dari keadaan ketergantungan menjadi tidak ketergantungan narkoba secara lengkap. Proses penyembuhan bagi pecandu dapat dilakukan dengan cara bertahap, yakni;
1. Pra Pengobatan
a.       Identifikasi dan Intervensi Krisis 
b.      Penerimaan dalam program
c.       OrientasiDetoksifikasi
d.      Pengobatan Komorbiditas, masalah medis dan psikiatris
2.  Program Primer
a.       Program terapi untuk pasien dan keluarga
b.      Pendidikan
c.       Rekreasi
d.      Spiritual
e.       Perawatan kesehatan baik fisik maupun mental
f.       Kesadaran diri
g.      Evaluasi
3. Perawatan Sekunder (Secondary Care)
a.       Lanjutan konseling untuk pasien dan keluarga
b.      Rekreasi
c.       Pendidikan
d.      Spiritual
e.       Perawatan kesehatan
f.       Dukungan sebaya
g.      Rehabilitasi vokasional
h.      Pencegahan kekambuhan
i.        Aftercare
H.    Therapeutic Community - TC Model
Kini yang akan kita bahas adalah rehab model TC. Mungkin di antara Sobat Gen Benar, ada yang pernah mendengar Therapeutic Community atau TC. TC pada awalnya diterapkan untuk pasien psikiatri dan dikembangkan sejak perang dunia kedua.
Awal mula munculnya TC ini adalah dari munculnya kelompok kecil yang saling membantu dan mendukung proses pemulihan yang pada awalnya sangat dipernagruhi oleh gerakan alcoholic anonymous. Metode TC diadopsi dari konsep Timur, namum dikembangkan di New York, AS.Konsep ini kemudian diterapkan pada awalnya di Philipina, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia.
Berdasarkan jurnal penyalahgunaan narkoba (UNDPC, 1990), metode ini memiliki tingkat keberhasilan sebesar 80%, dengan indikatornya, sipenyalahguna berhasil bertahan pada kondisi bebas zat (abstinensia) dalam waktu yang lebih lama, dengan catatan residen tersebut mengikuti seluruh tahapan hingga selesai.Oleh karena itulah metode ini dipertimbangkan oleh Depertemen Sosial, guna mengembangkan pelayanan dan rehabilitasi social.
Dalam model rehabilitasi TC, residenakanmenjalanibeberapatahapan, antara lain:
1.      Primary Stage, yaitu tahapan program rehabilitasi social, di mana residen ditempa untuk memiliki stabilitas fisik, dan emosi. Residen juga dipacu motivasinya untuk melanjutkan tahap terapi selanjutnya
2.      Re-Entry Stage, adalah tahapan program rehabilitasi, di mana residen mulai memantapkan kondisi psikologis dalam dirinya, mendayagunakan nalarnya dan mampu mengembangkan keterampilan social dalam kehidupan bermasyarakat
3.      Aftercare,adalahsuatu program yang terdiri dari berbagai macam intervensi, pelayanan dan asistensi yang disediakan untuk recovery, yang merupakan kelanjutan dari program primer atau primary treatment, yaitu Primary Stage, re-entry program
Penjelasan :
1.      Primary Stage
Periode tahap ini berlangsung selama kurang lebih 6 hingga 9 bulan. Para residen akan menjalani tahapan sebagai berikut;
a.       Younger Member
Pada tahap ini, residen mengikuti program dengan proaktif. Residen wajib mengikuti aturan-aturan yang ada, dan jika melanggar maka akan mendapatkan sangsi. Pada tahapan ini, residen boleh dikunjungi oleh orang tua atau keluarga selama satu kali dalam 2 minggu. Pertemuan residen dan keluarga ini juga didampingi oleh relawan sosial, dan senior di program TC. Selain itu, residen boleh menerima telepon namun didampingi oleh residen senior atau relawan.
b.      Middle Peer
Pada tahap ini, residen sudah harus bertanggung jawab pada sebagian pelaksanaan operasional panti atau lembaga, membimbing younger member,dan residen yang masih dalam proses orientasi, menerima telepon tanpa pendamping, meninggalkan panti didampingi orang tua dan senior, secara bertahap dari mulai 4 jam hingga 12 jam. Pada tahap ini, residen bisa berperan sebagai buddy (pendamping ) bagi residen yang baru masuk
c.       Older Member
Pada tahap ini, tanggung jawab residen semakin besar, karena ia harus memikirkan staf dan memikirkan seluruh operasional panti, dan memiliki tanggung jawab pada residen yunior. Jika residen ini melakukan kesalahan, maka sanksi yang dikenakan padanya tanpa toleransi. Namun di sisi lainnya, residen pada tahap ini boleh meninggalkan panti selama 24 jam, dengan pendampingan keluarga dan senior. Setelah melewati tahapan awal dan evaluasi, maka jika dinyatakan lulus residen berhak masuk ke tahap lanjutan 




1)      Morning Meeting
Kegiatan ini dilakukan setiap pagi oleh para residen. Bentuk kegiatan ini adalah forum untuk membangun nilai dan sistem kehidupan yang baru berdasarkan filosofi TC. Dalam kegiatan ini, residen membacakan filisofi yang tertulis, memberikan pernyataan pribadi, mengemumakan konsep hari ini, mendapatkan nasehat atau peringatan, mendapatkan pengumuman yang berkaitan dengan kepentingan bersama, dan juga menjalani permainan. Tujuan dari kegiatan ini semua antara lain untuk mengawali agar hari tersebut jauh lebih baik, meningkatkan kepercayaan diri, melatih kejujuran, mengindentifikasi perasaan, dan menanggapi isu dalam rumah residen yang harus diselesaikan.
2)      Encounter Group
Dalam sesi ini, residen diberikan kesempatan untuk mengungkapkan perasaan marah, sedih, kecewa, dan lain-lain. Setiap residen berhak menuliskan di atas secarik kertas, yang berisi ungkapan kekesalan, kekecewaan, atau kemarahan yang ditujukan pada orang tertentu.  Kegiatan ini biasanya dilaksanakan 1 kali dalam seminggu, dengan durasi 2 jam. Acara ini biasanya ditutup dengan hal-hal yang sifatnya rileks. Tujuan kegiatan ini untuk membangun komunitas yang sehat, menjadikan komunitas personal yang bertanggung jawab, berani mengungkapkan perasaan, membangun kedisiplinan, dan meningkatkan tanggung jawab
3)      Static Group
Ini adalah bentuk kelompok yang bertujuan untuk mengubah perilaku dalam TC. Kelompok ini membicarakan tentang berbagai isu dalam kehidupan sehari-hari dan kehidupan yang sudah lalu, yang tujuannya adalah untuk membangun kepercayaan antar sesama residen, membangkirkan percaya diri, dan mencari solusi dari permasalahan yang ada.
4)      PAGE (Peer Accountabillity Group Evaluation)
Dalam segmen ini, residen mendapatkan kesempatan untuk dapat  memberikan satu penilaian positif dan negatif dalam kehidupan sehari-hari terhadap sesama residen. Dalam kelompok ini tiap residen dilatih meningkatkan kepekaan terhadap perilaku komunitas. Residen dikelompokan sesuai statusnya, yang mana setiap anggotanya terdiri dari 10 hingga 15 orang. Dalam sesi ini, setiap anggota akan membahas  baik buruk perilaku seorang residen dalam kelompok.
5)      Haircut
Residen yang melakukan kesalahan secara berulang-ulang dan telah diberikan sanksi akan diberikan sanksi. Para petugas akan menunjukkan rasa kecewa akan kesalahan yang diperbuat oleh residen. Petugas mengekspresikan kekesalan ini dengan menaikkan volume suara, dan menatap dengan tajam.
6)      Weekend Wrap Up
Para residen diberikan kesempatan untuk membahas apa saja yang dialami selama satu minggu. Kelompok ini terfokus pada residen yang mendapatkan kelonggaran untuk keluar bersama keluarga ataupun teman angkatannya.
7)      Learning Experiences
Ini adalah bentuk sanksi yang diberikan setelah menjalani haircut, family haircut, dan general meeting. Tujuan dari fase ini adalah agar residen bisa belajar dari pengalaman sehingga mereka bisa mengubah perilaku.

2.      Re-Entry Stage
Tahap ini merupakan lanjutan dari tahap primer, yang tujuannya untuk mengembalikan residen ke dalam kehidupan masyarakat pada umumnya. Tahap ini dilaksanakan selama 3 hingga 6 bulan. Tahapan ini mencakup ;
a.       Orientasi
Ini adalah tahap penyesuaian residen dengan lingkungan re-entry. Pada masa orientasi ini, residen didampingin oleh buddy (pendamping) yang ditunjuk oleh staf. Selama masa ini, residen tidak boleh meninggalkanpanti, dan tidak berhak mendapatkan uang jajan, bertemu orang tua, dan bisa mendapatkan sanksi berupa tugas-tugas pekerjaan rumah
b.      Fase A
Dalam fase ini, residen sudah mendapatkan hak-haknya seperti uang jajan setiap minggu, kunjungan orang tua setiap waktu, ijin pulang satu kali dalam dua minggu selama satu malam, dan boleh beraktivitas di luar panti bersama residen lainnya. Tahap ini dijalani selama kurang lebih 1,5 hingga 2 bulan. Tujuannya agar si residen terlatih untuk menghadapi masalah dalam keluarga dan memecahkannya, dan melatih kemampuan residen dalam memenej waktu dan uang.
c.       Fase B
Pada fase ini, residen boleh melakukan aktivitas di luar seperti les, kuliah atau bekerja. Selain itu, residen juga berhak mendapatkan tambahan uang saku yang sesuai dengan kebutuhannya, dan memperoleh ijin untuk menginap 2 malam, dalam dua minggu, yaitu pada hari Jumat, Sabtu, dan Minggu. Tujuan fase ini adalah agar residen bisa mengimplementasikan rencana yang dibuat pada fase A, sehingga bisa mencapai karir dan tujuan kehidupan.
d.      Fase C
Pada fase ini, residen boleh pulang, dengan lebih leluasa artinya ia bisa memilih hari, bukan hanya di akhir pekan seperti pada fase sebelumnya. Selain itu residen bahkan diperbolehkan pulang hingga satu pekan (tergantung dari penilaian staf).  Jika residen sudah melewati fase A hingga C, maka yang bersangkutan akan mendapatkan konseling perorangan untuk menentukan apakah residen bisa resosialisasi ke masyarakat atau tidak.
Kegiatan dalam tahap Re- Entry ;
a.       Group Re-Entry, adalah wadah untuk menempa residen menjadi pribadi yang memiliki sikap dan perilaku yang lebih baik
b.      Treatment, terdiri dari tiga unsur antara lain
c.       Allowances/uang saku
Residen akan mendapatkan kepercayaan untuk memegang uang dalam jumlah tertentu untuk kepentingan sehari-hari. Di luar kepentingan, residen bisa meminta uang tambahan pada konselor

1.      Task
Dalam re-entry, residen yang melakukan kesalahan bisa mendapatkan sanksi, namun tidak seperti sanksi yang dikenakan pada tahap awal. Sanksi yang diterima tidak terlalu berat
2.      Home Leave/Business Pass
Residen bisa meninggalkan TC, dengan tujuan agar bisa lebih dekat dengan keluarga.
3.      Spiritual
Dalam re-entry, ada kelas keagamaan setiap harinya. Bagi yang beragama islam juga ditekankan untuk selalu menjalani sholat lima waktu.
4.      Counseling
Pada tahap ini, residen akan menemukan banyak konseling, karena para residen akan menghadapi banyak masalah baru. Karena itulah peran konselor cukup vital, karena konselor akan memberikan sudut pandangnya pada residen mengenai masalah yang dihadapi oleh si residen.
5.      Les, Kuliah atau Bekerja
Para residen boleh melakukan tiga hal di atas, sehingga mereka bisa kembali ke dunia nyata dan bisa bersosialiasasi dengan lingkungan. Dengan kegiatan di atas, residen bisa meningkatkan kompetensi dirinya di luar sehingga bisa menjadi bekal dalam kehidupan di masa yang akan dating
6.      Time Management
Di dalam re-entry waktu senggang banyak sekali ditemukan. Karena itulah, residen harus bisa mengelola waktu yang ada dengan maksimal setiap harinya. Residen harus bisa menunjukan inisiatifnya diri sendiri untuk memanfaatkan waktu luang yang ada.
7.      Request
Residen berhak meminta barang-barang yang mereka inginkan atau perlukan. Namun staf tidak bisa begitu saja mengabulkan permintaan mereka, karena tetap harus disaring
8.      Night entertainment
Untuk menguatkan mental residen, staf memperbolehkan residen untuk ke luar ke tempat hiburan namun dalam pengawasan staf atau keluarga
9.      Home Leave
Residen boleh meninggalkan tempat TC, dan pergi bersama teman, namun tetap sebelumnya ada kesepakatan dari pihak kelompok. Yang kedua, residen boleh request menelpon teman, dengan persetujuan dari staf dan orang tua
10.  Business Pass
Residen boleh keluar selama 1 hari tanpa menginap untuk memenuhi keperluannya, seperti mengurusi masalah les, kuliah, pesta pernikahan, atau keperluan lainnya.
11.  Leisure Time
Waktu luang yang ada di tempat rehab, bisa dimanfaatkan untuk aktivitas positif seperti membaca koran, olahraga, menulis dan lain-lainnya
12.  Outdoor Sport
Kegiatan olahraga bersama-sama yang dilakukan di luar panti dan didampingi oleh staf atau residen yang senior.
13.  Static Outing
Bersama dengan para konselor, Kelompok kecil dalam tahap re-entry (2-5 residen)  melakukan kegiatan di luar panti yang tujuannya untuk mempererat hubungan antara satu sama lain.

I.       Agama Dalam Penanganan Masalah Penyalahgunaan NAPZA

1.      Peran agama dalam pencegahan penyalahgunaan NAPZA
Indonesia pada mulanya hanya sebagai tempat transit peredaran narkoba, kemudian berubah telah menjadi tempat penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba bahkan telah menjadi sumber pembuatannya sebagaimana terungkapnya adanya pabrik pembuatan extasy. Perkembangan baik kuantitatif maupun kualitatif penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba semakin meningkat sampai pada tingkat membahayakan. Bahaya narkoba (Napza) mengancam kelangsungan hidup dan kehidupan serta pembangunan Nasional.
Hal itu diakibatkan karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman terhadap bahaya Narkoba, memudahkan seseorang terjerumus dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba (Napza).

Disamping itu disinyalir kurang gencar dan tepadunya semua pihak untuk mengantisipasi penyalahgunaan Narkoba ini; Termasuk ringannya sanksi hukum bagi para pengedar dan bandar Narkoba (Napza) itu sendiri, mengakibatkan orang tidak jera berbisnis barang terlarang ini.

Penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba di Indonesia telah menjadi masalah nasional dan mengglobal (mendunia). Untuk itu perlu ditangani secara terarah, terpadu dan berkesinambungan. Bagaimana upaya menanggulangi bahaya narkoba ini, dan bagaimana peran agama dalam resosiolisasi korban dari penyalahgunaan narkoba (Napza) itu sendiri.

2.      Narkoba menurut pandangan agama Islam
Agama islam telah diperkuat dalam al-quran tentang khamar (narkoba) seperti yang terdapat dalam firman allah :
Firman Pertama memberi informasi bahwa narkoba memang bermanfaat tetapi bahayanya lebih besar

Allah: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar dari manfaatnya. (Q.S Al-Baqarah [2]:219);
kedua, penekanan bahwa narkoba yang dapat menyebabkan seseorang kehilangan keseimbangan emosi dan pikiran. Allah melarang seseorang salat dalam keadaan mabuk.
Firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamusholat sedang kamu dalam keadaan mabuk sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan”. (Q.S Al-Nisâ‟[4]:43);

ketiga, penegasan bhwa narkoba sesuatu yang menjijikkan, bagian dari kebiasaan setan yang haram dikonsumsi.
Firman Allah, “Hai orang- orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan- perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S Al-Mâ‟idah [5]:90).

Peran perawat berdasarkan  agama islam adalah sebagai berikut:
    1. Advokat
perawat sebagai pemberi informasi mengenai napza seperti dalam firman allah : “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar dari manfaatnya. (Q.S Al-Baqarah [2]:219);
    1. Edukator
Peran perawat memberikan pendidikan atau penyuluhan tentang dampak penyalah gunaan napza dan penekanan bahwa napza dapat merusak pesikologi penggunaanya seperti dalam firman allah : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamusholat sedang kamu dalam keadaan mabuk sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan”. (Q.S Al-Nisâ‟[4]:43);
c.       Rehabilitator
peran perawat menyembukah dan membuat penggunan napza tidak lagi menggunakan napza kembali seperti dalam firman allah : Hai orang- orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan- perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S Al-Mâ‟idah [5]:90).
Di dalam realitasnya, ternyata pesantren tidak hanya menjadi tempat untuk mengajarkan agama,  akan tetapi juga mengajarkan bidang-bidang lain seperti agribisnis dan bahkan juga untuk penyembuhan pecandu  narkoba. Jika orang di masa lalu menganggap pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional yang tertinggal dalam banyak hal, maka sekarang hal itu sudah tidak lagi berlaku. Dewasa ini, pesantren sudah menjadi lembaga pendidikan modern yang memiliki variasi program  pendidikannya.
Banyak pesantren yang dewasa ini sudah memiliki lembaga pendidikan tinggi. Tidak hanya pendidikan agama akan tetapi juga pendidikan umum. Dewasa  ini sudah terdapat gambaran tentang modernitas pesantren dalam manajemen dan tata kelolanya. Jika di masa lalu pesantren hanya menggunakan metode pembelajaran, seperti wetonan, bandongan dan sorogan, maka sekarang sudah menggunakan metode modern dengan teknologi pembelajaran yang mutaakhir.
Para ahli pun terkadang menjadi heran bahwa ternyata pesantren memiliki daya inovasi dan kemampuan adaptasi yang sangat tinggi. Ketika Karel Steenbrink mengkaji tentang pesantren juga akhirnya disimpulkan bahwa pesantren sudah berubah menjadi lembaga yang mengadaptasi sistem madrasi dan bahkan sekolah. Ketika Hiroko Horikhoshi melalukan penelitian, juga sampai pada kesimpulan bahwa pesantren dengan kyainya ternyata menjadi mediator perubahan. Mastuhu juga sampai pada kesimpulan bahwa kyai yang diduga menerapkan system kepemimpinan otoriter, ternyata sekarang sudah menggunakan sistem kepemimpinan yang partisipatif.
Perubahan demi perubahan yang dilakukan pesantren hakikatnya merupakan sebuah proses untuk beradaptasi dengan modernitas yang juga tidak bisa ditolak oleh dunia pesantren sekalipun.  Akan tetapi pesantren tentu saja memiliki kemampuan cerdas, yaitu menyaring yang baik untuk digunakan dan yang jelek dibuang. Di dunia akademis dikenal adanya konsep cultural broker dan mediator untuk menggambarkan peran pesantren di dalam perubahan social.
Yang menarik tentu saja adalah pesantren yang memiliki peran untuk penyembuhan pengguna narkoba. Dewasa ini sudah banyak pesantren yang menyelenggarakan program ini. Jika dahulu hanya pesantren Suryalaya, Tasikmalaya yang dipimpin oleh Abah Anom yang mengembangkan diri sebagai pesantren yang menampung para penderita narkoba, maka sekarang sudah benyak yang mengikutinya.
Di Pasuruan, misalnya Pesantren Metal yang di asuh KH. Abubakar Cholil, yang akrab disapa “Mas Bakar” oleh para santri-santrinya. Keberadaan Pondok Metal Nama lengkap Ponpes ini adalah : Metal Moeslim Al-hidayat, yang beralamat di Rejoso Lor Pasuruan. Pesantren ini sering diidentifikasi sebagai pesantrennya orang yang pernah bermasalah. Tidak hanya masalah agama tetapi juga masalah social. Di sini banyak dijumpai mantan preman, mantan penjambret dan juga mantan pengguna narkoba. Pesantren ini memang berbeda dengan pesantren Suryalaya yang mengkhusukan program penyembuhan pecandu narkoba. Pesantren Metal memilih menangani semua persoalan yang dihadapi oleh masyarakat.
Di dalam proses penyembuhannya, maka yang dilakukan adalah dengan menggunakan terapi air. Bukan hanya diminum akan tetapi juga melalui proses mandi taubat yang dilakukan jam 2-3 malam. Melalui terapi air ini maka akan terdapat proses pengembalian syaraf-syaraf yang telah lama terpengaruh oleh dampak negative narkoba. Secara rutin proses terapi air tersebut dilakukan sampai yang bersangkutan memiliki kesadaran baru tentang dirinya. Jika kesadaran baru tersebut telah didapatkan, maka dilanjutkan dengan dzikir secara terstruktur.
Pada dasarnya, bahwa pecandu narkoba adalah orang yang kehilangan imannya. Maka  proses yang paling penting adalah mengembalikan iman tersebut di dalam dirinya.  Jika mandi merupakan terapi fisik untuk mengembalikan syaraf-syarafnya yang terganggu, maka dzikir adalah untuk mengembalikan imannya. Melalui dua metode terapi ini, maka seseorang yang kecanduan narkoba akan bisa dikembalikan kepada situasi normal sebagaimana semula. Waktu penyembuhan sekitar 3 bulan.
Dengan demikian,  pesantren tidak hanya mengkhususkan diri di dalam penyelenggaraan pendidikan agama, tetapi juga pendidikan umum dan bahkan penyembuhan masalah-masalah social.  Melalui program yang bervariasi tersebut, maka pesantren ternyata memiliki peran yang jauh lebih luas dibanding anggapan orang dewasa ini.

3.      Narkoba menurut pandangan agama Kristen
Jika kita baca seluruh isi Alkitab, maka kita tidak akan menemukan ayat yang menjelaskan secara gamblang tentang penyalahgunaan NARKOBA. Namun secara implisit kita bisa memahami bagaimana Tuhan melalui firman-Nya dalam Alkitab sangat murka terhadap masalah narkoba.
Referensi lain mencatat bahwa dalam terjemahan Inggris juga, tidak ditemukan ayat dalam Alkitab yang membicarakan secara jelas dan spesifik tentang penggunaan obat-obatan yang dapat menenangkan atau merangsang halusinasi pemakai, tetapi kita akan melihat bahwa kata dalam bahasa Yunani pharmakeia menunjuk kepada hal ini.
Selanjutnya Agama Kristen dikenal sebagai agama yang sangat menonjolkan cinta kasih. Karena itu, tidak mengherankan jika dalam sumber-sumber agama ini jarang kita dapati larangan-larangan dan ancaman-ancaman bagi yang melanggarnya. Namun demikian, agama Kristen Katolik dan Protestan juga memandang narkoba sebagai barang haram, sebab memang dalam narkoba itu terdapat unsur-unsur yang dapat merusak organ saraf.  Mari kitA baca ayat-ayat Alkitab berikut:
1 Korintus 10:31
Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.
1 Korintus 6:19
Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait h  Roh Kudus 1  yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, –dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?
Efesus 5:18
Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu (kata bahasa Yunani untuk “hawa nafsu” berarti “hidup yang disia-siakan, tidak bermoral; tidak bersusila, berfoya-foya”).
Efesus: 5:11
Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu,
Matius: 16:24
Yesus berkata kepada murid-murid-Nya : “Setiap yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya, dan mengikuti Aku,
Ibrani: 12:2
Marilah kita melakukannya dengan mata tertuju kepada Yesus, yang memimpin dalam iman dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan…..,
Menyimak ayat-ayat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa umat Kristiani dilarang melakukan perbuatan-perbuatan yang destruktif (merusak), termasuk yang di dalamnya adalah penyalahgunaan narkoba. Sebaliknya sebagai umat Kristiani, hendaknya mengikuti jejak Yesus. Adapun syarat untuk dapat selalu mengikuti jejak Yesus ini adalah keharusan menyangkal setiap ajakan hawa nafsu, salah satunya menyalahgunakan narkoba.
Ada juga firman-firman yang menyatakan bahwa kesulitan untuk meninggalkan narkoba adalah hidup dalam salib yang harus dipanggul setiap hari. Orang sudah kecanduan narkoba, akan terasa sangat berat untuk meninggalkannya. Dengan atau tanpa disadari, si pecandu narkoba telah meninggalkan kayu salibnya dan berjalan bersebrangan dengan Yesus. Karena telah sesat, maka para pecandu narkoba itu akan ditegur dan diingatkan Allah, sebagaimana dinyatakan dalam firman berikut :
Menurut Agama Islam, penggunaan narkoba sangat diharamkan. Kenapa? itu karena narkoba memiliki mudharat (daya rusak) yang sangat besar ketimbang manfaat yang didapatkan. Adapun yang dapat mengambil manfaat dari narkoba adalah kalangan medis, yaitu untuk menunjang upaya pengobatan pasien. Untuk kepentingan tersebut, Islam memperbolehkannya dengan alasan tidak menimbulkan kemudharatan bagi pasien yang diobati, bahkan sebaliknya bisa mempercepat proses penyembuhan.
Dalam pandangan Agama Hindu, penyalahgunaan narkoba termasuk dosa yang sangat besar. Agama Hindu juga memandang narkoba sebagai barang haram yang sangat dilarang untuk mengkonsumsinya. Narkoba juga dipandang sebagai penghalang bagi manusia untuk dekat dengan Tuhan.
Dalam ajaran Agama Budha, istilah narkoba disebutkan dengan beberapa istilah, diantaranya Sura (segala sesuatu yang dapat membuat nekat), Meraya (sesuatu yang membuat mabuk alias teler), Majja (sesuatu yang tak sadarkan diri seperti ganja dan morphin), Pamadatthama (sesuatu yang menjadi besar dari kelengahan). Dalam pandangan agama Budha sudah sangat jelas dijabarkan bahwa segala sesuatu yang dikonsumsi dan berpengaruh buruk terhadap fungsi akal manusia adalah tergolong narkoba, dan hukumnya adalah dilarang (haram). Menghindari bahan yang menjadi ketagihan dan memabukkan adalah kewajiban yang harus dijalani oleh umat Budha. Diantaranya obat bius, obat tidur, obat tenang, minuman keras, termasuk juga segala bentuk Narkotika, yang dapat menghancurkan konsentrasi atau meditasi agama.
Akhirnya, kita dapat menarik kesimpulan bahwa semua agama yang diakui di Indonesia melarang dengan tegas penggunaan narkoba. Sebagai umat Kristen kita harus banyak berdoa agar kita dapat menjaga tubuh kita dari pengaruh tersebut karena kita dituntut untuk mempersembahkan tubuh kita menjadi persembahan yang kudus.

4.      Narkoba menurut pandangan gama Hindu
Para sujana (orang bijaksana) mengatakan bahwa agama itu ibaratnya “rambu-rambu lalu lintas” yakni memberi petunjuk jalan yang benar (dharma) dan melarang orang (umatnya) untuk berbuat salah, kebatilan (adharma). Tentang hal itu banyak tersurat dalam pustaka dan susastra Hindu diantaranya Sarasamuçcaya 14 menyebutkan :

“Ikang dharma ngaranya, hênuning marga mara ring swarga ika, kadi gatining parahu, an hênuning banyoga nêntasing tasik”.

Maksudnya :
Yang disebut dharma, adalah merupakan jalan untuk pergi ke sorga; sebagai halnya perahu, sesungguhnya adalah merupakan alat bagi orang dagang untuk mengarungi lautan.

Pada sloka berikutnya dipertegas lagi bahwa seperti prilaku matahari yang terbit melenyapkan gelapnya dunia, demikianlah orang yang melakukan dharma, adalah memusnahkan segala macam dosa. Keutamaan dharma itu sesungguhnya merupakan sumber datangnya kebahagiaan bagi yang melaksanakannya; lagi pula dharma merupakan perlindungan orang berilmu, tegasnya hanya dharma yang dapat melebur dosa triloka (jagat tiga itu) SS. 16 dan 18.

Dengan mencermati makna sloka tersebut di atas tentu setiap orang diamanatkan untuk berbuat, berpikir maupun berucap yang baik dan benar. Lantas bagaimana bagi mereka yang telah terlanjur berbuat penyimpangan atau penyalahgunaan? Dalam hal ini agama selalu memberikan solusi atau jalan keluarnya yakni memotivasi orang untuk senantiasa berbuat baik (subha karma) sebagai pelebur perbuatan yang tidak baik (adharma) tersebut. Hanya dengan perbuatan baiklah orang akan memperbaiki segala dosa-dosanya, bukan jalan pintas dan sesat.

Bahkan ditegaskan bahwasannya hakikat penjelmaan ini adalah untuk berbuat baik guna melebur alias memperbaiki prilaku yang kurang/tidak baik, sebagaimana ucap Sarasamuçcaya sloka 2 sebagai berikut :

“Mānusah sarwa bhūtesu, varttate vai śubhāsubhe aśubhesu samavistam subhesvevāvakārayet”

Maksudnya :
Diantara semua makhluk hidup, hanya yang dilahirkan sebagai (menjadi) manusia sajalah, yang dapat melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk. Leburlah ke dalam perbuatan baik, segala perbuatan yang buruk itu; Demikianlah guna/hakikat (pahala) menjadi manusia.

Dari kutipan sloka di atas dapat diambil maknanya bahwa bagi mereka yang telah kena sebutlah sebagai korban Narkoba (Napza) harus tetap diterima dengan baik, serta merta dituntun untuk selalu memperbaiki diri untuk mendapatkan hari esok yang lebih baik.
Bila kita mengacu peran strategis agama dalam pembangunan di negara kita dikatakan sebagai “landasan moral, etika, serta sebagai motivator, inspirator dan dinamisator”.
Semua ungkapan tersebut di atas mengandung makna untuk senantiasa mendorong mengarahkan, menuntun umatnya untuk menuju kebaikan dan kebenaran.
Dengan demikian peran agama dalam resosialisasi korban Narkoba (Napza) ini sangat urgen.

Sebab agama disamping bertujuan mendapatkan kesejahteraan dunia (jagadhita) tentunya bertujuan untuk mendapatkan kebahagiaan dan kedamaian jiwa/rohani (moksa).
Dalam kaitan pencegahan penyalahgunaan Napza ditinjau dari ajaran Hindu, dengan konsep Catur Marga (empat jalan) mencapai tujuan atau empat kiat menuju sukses dapat diterapkan dan diimplementasikan sebagai berikut :
1.      Jñana marga : yakni dengan jalan ilmu pengetahuan, dalam hal ini seseorang harus belajar dari memahami dengan benar akibat buruk dari Narkoba (Napza) ini dan sejauh mana kita mengkonsumsi/ mempergunakannya sehingga tidak membahayakan. Selanjutnya kita harus memahami bagaimana caranya menerima mereka yang telah terkena/kecanduan alias korban Napza itu sendiri.
2.      Karma marga : yang dimaksudkan disini adalah memberikan pekerjaan atau mengajak mereka menekuni suatu kegiatan kerja dengan penuh tanggung jawab yang tentunya diawali membekali mereka pengetahuan dan keterampilan sehingga mereka menjadi seorang pekerja yang tekun untuk tidak terjerumus lagi pada kancah kecanduan Narkoba (Napza) tersebut.
3.      Bhakti marga : uaitu dengan rasa tulus dan ikhlas menerima mereka di masyarakat sebagai warga masyarakat, jangan dikucilkan. Tuntunlah mereka dengan kecintaan yang tulus dan mendalam dengan landasan “asah-asih-asuh” sehingga tidak menyebabkan ketersinggungan dan rasa anti panti. Segala sesuatu yang dilandasi rasa bhakti pasti akan menimbulkan kecintaan dan simpati.
4.      Yoga marga : dalam kaitan ini bagaimana kita bisa menuntun mereka untuk taat, patuh dan berdisiplin serta menjaga hubungan yang harmoni dengan mereka sebagai mantan (korban) Narkoba (Napza) itu sendiri. Hubungan yang harmoni akan dapat menjalin komunikasi yang baik yang bermuara berhasil (suksesnya) suatu usaha. Dalam hubungan ini peran Tri Guru utamanya Guru Rupaka yakni orang tua (pihak keluarga) harus memperhatikannya dengan kesungguhan hati. Demikian juga Guru Pengajian yaitu para Guru/Dosen di sekolah/kampus hendaknya dengan penuh rasa cinta yang mendalam. Yang tidak kalah pentingnya adalah Guru Wisesa yakni pemerintah baik dinas maupun adat/pakraman dapat menerima dan memperlakukan dengan baik terarah, terpadu dan berkesinambungan niscaya tidak ada masalah yang tidak terselesaikan dengan baik.

Peranan Catur Guru :
1.      Guru Rupaka
Sebagai orang tua memegang peranan penting untuk memantau dan mengawasi putra-putrinya sehingga tidak terkena bahaya narkoba.
2.      Guru Pengajian
Sebagai bapak/ibu guru yang mengajar di sekolah tidak kalah pentingnya dalam hal menuntun, mengawasi, dan memantau para siswanya ke arah hal yang positif sehingga tidak terkena penyalah gunaan Napza.
3.      Guru Wisesa
Dalam hal ini sebagai aparat pemerintah baik dinas maupun adat atau pekraman sangat potensial dan punya wewenang untuk mengarahkan warga masyarakatnya termasuk para pelajar dan remaja untuk menuju anggota masyarakat yang bermanfaat dan berguna dalam pembangunan bangsa dan negara.
4.      Guru Swadyaya
Dalam hal ini Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi sebagai sumber dan kembalinya mahluk ciptaan-Nya merupakan sumber mohon segala petunjuk dan tuntunan bagi umatnya untuk menuju kerahayuan.
Demikianlah peranan Catur Guru sangat penting dan strategis dalam hal pencegahan penyalahgunaan Napza.

5.      Narkoba menurut pandangan agama Budha
Menurut pandangan agama Budha tentang narkoba, menyebutnya dengan isitlah yang terdiri dari 4 kosa kata yaitu :
a.       Sura : Sesuatu yang membuat nekat, mengacu pada minuman keras yang mengandung alkohol
b.      Meraya : Sesuatu yang membuat mabuk/kurangnya kewaspadaan seperti minuman keras yang memabukkan.
c.       Majja : Sesuatu yang membuat tak sadarkan diri seperti ganja, morfin.
d.      Pamadatthama :yang tidak menjadi dari dasar kelengahan/ kecerobohan.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa minuman keras yang mengandung alkohol dan memabukkan termasuk narkoba adalah dilarang, karena bahayanya akan merusak baik kepada jasmani maupun rohani manusia dan akan menyeret seseorang ke alam baka.
Agama Budha juga menganjurkan agar menjauhnkan diri dari narkoba, seperti tertulis dalam kitab
suci Budha yang berbunyi :
(Paritta suci : 30) “Menjauhi melakukan kejahatan, menghindari minuman keras, tekun melaksanakan  dharma,     itulah     berkah utama”

(Partta suci : 24) “Aku bertekad akan melatih diri menghindari minuman keras yang dapat melenyapkan lemahnya kesadaran”.

6.      Narkoba menurut pandangan agama Kong Hu Cu
Menurut Kong Hu Cu orang yang minum minuman keras atau narkoba dianggap tidak berbakti pada agamanya, sebagai mana tercantum dalam Mengzi jilid IV B Li Lo 30.0. Mengzi ada lima hal yaitu :
a.       Malas keempat anggota tubuhnya dan tidak memperhatikan pemeliharaan terhadap orangtua
b.      Suka berjudi dan mabuk-mabukan serta tidak memperhatikan pemeliharaan terhadap orang tuannya
c.       Tamak akan harta benda, hanya tahu istri dan anak sehingga tidak memperhatikan pemeliharannya terhadap orang tua
d.      Hanya menuruti keinginan mata dan telinganya, sehingga memalukkan orang tua
e.       Suka akan keberanian dan sering berkelahi, sehingga membahayakan orang tua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar