Pada
prinsipnya jurnalistik merupakan cara kerja media massa dalam mengelola dan
menyajikan informasi kepada khalayak ramai, yang tujuannya adalah untuk
menciptakan komunikasi yang efektif, dalam arti menyebarluaskan informasi yang
diperlukan. Jurnalistik sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu “Diurna” dan
dalam bahasa Inggris “Journal” yang berarti catatan harian.
Jurnalistik
dalam KBBI (2003:326) adalah yang berkenaan dengan wartawan. Sedangkan seorang
yang bergelut di bidang jurnalistik biasa disebut jurnalis atau wartawan. Menurut
UU Republik Indonesia nomor 40 tahun 1999 tentang pers, bab I
ketentuan umum pasal 1 poin 4 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan wartawan
adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Kegiatan
jurnalis meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan
gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan
media cetak, elektronik, dan segala jenis saluran lainnya.
2.2.Pengertian Jurnalistik
Menurut Para Ahli
Kode etik
jurnalistik menurut para ahli:
Secara harfiah (etimologis, asal usul kata), jurnalistik (journalistic)
artinya kewartawanan atau hal-ihwal pemberitaan. Kata dasarnya “jurnal”
(journal), artinya laporan atau catatan, atau “jour” dalam bahasa Prancis yang
berarti “hari” (day) atau “catatan harian” (diary). Dalam bahasa Belanda “journalistiek”
artinya penyiaran catatan harian.
1.
Jurnalistik: yang menyangkut
kewartawanan dan persuratkabaran. (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
2.
Jurnalistik: kegiatan untuk menyiapkan,
mengedit, dan menulis surat kabar, majalah, atau berkala lainnya. (Kamus Umum
Bahasa Indonesia).
3.
Jurnalistik adalah bidang profesi
yang mengusahakan penyajian informasi tentang kejadian dan atau kehidupan
sehari-hari (pada hakikatnya dalam bentuk penerangan, penafsiran dan pengkajian)
secara berkala, dengan menggunakan sarana-sarana penerbitan yang ada.
(Ensiklopedi Indonesia).
4.
Jurnalistik adalah pekerjaan
mengumpulkan, menulis, menyunting dan menyebarkan berita dan karangan untuk surat kabar, majalah, dan media
massa lainnya seperti radio dan televisi. (Leksikon Komunikasi).
5.
Jurnalistik adalah proses kegiatan
mengolah, menulis, dan menyebarluaskan berita dan atau opini melalui media
massa. (Asep Syamsul M. Romli. 2003. Jurnalistik Dakwah. Bandung: Rosda).
6.
Jurnalistik adalah kegiatan mengumpulkan,
mengolah, dan menyebarkan berita kepada khalayak seluas-luasnya. (M. Djen
Amar).
7.
Jurnalistik adalah suatu kepandaian praktis
mengumpulkan, mengedit berita untuki pemberitaan dalam surat kabar, majalah,
atau terbitan terbitan berkala lainnya. Selain bersifat ketrampilan praktis,
jurnalistik merupakan seni. (M. Ridwan).
8.
Jurnalistik adalah teknik mengelola berita sejak
dari mendapatkan bahan sampai kepada menyebarluaskannya kepada khalayak. Pada
mulanya jurnalistik hanya mengelola hal-hal yang sifatnya informatif saja.
(Onong U. Effendi).
9.
Jurnalistik adalah semacam kepandaian
karang-mengarang yang pokoknya memberi perkabaran pada masyarakat dengan
selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya. (Adinegoro).
10. Jurnalistik
adalah segala sesuatu yang menyangkut kewartawanan (Summanang).
11. Jurnalistik
adalah pengumpulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan, dan penyebaran informasi
umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematis dan dapat dipercaya
untuk diterbitkan pada surat kabar, majalah, dan disiarkan di stasiun siaran.
(Roland E. Wolseley).
12. Jurnalistik
adalah kegiatan pencatatan dan atau pelaporan serta penyebaran tentang kejadian
sehari-hari. (Astrid S. Susanto).
13. Jurnalistik
adalah pengiriman informasi dari sini ke sana dengan benar, seksama, dan cepat,
dalam rangka membela kebenaran dan keadilan. (Erik Hodgins).
14. Jurnalistik
merupakan suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan dengan cara menyiarkan
berita ataupun ulasannya mengenai berbagai peritiwaatau kejadian sehari-hari
yang aktualdan factual dalam waktu yang secepat-cepatnya. (A.W. Widjaya).
15. Definisi
tentang jurnalistik cukup banyak. Namun dari definisi-definisi tersebut
memiliki kesamaan secara umum. Semua definisi juranlistik memasukan unsur media
massa, penulisan berita, dan waktu yang tertentu (aktualitas). (A. Muis).
16. Dalam jurnalistik selalu harus ada unsur
kesegaran waktu (timeliness atau aktualitas). Seorang jurnalis memiliki dua
fungsi utama. Pertama, fungsi jurnalis adalah melaporkan berita. Kedua, membuat
interpretasi dan memberikan pendapat yang didasarkan pada beritanya. (Edwin
Emery).
17. Jurnalisme
adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta & melaporkan peristiwa
(Mac Dougall)
18. Jurnalistik
atau jurnalisme berasar dari kata Journal: catatan harian. Catatan mengenai
kejadian sehari-hari atau bisa juga berarti surat kabar. Journal berasal dari
kata latin diurnalis, artinya harian atau tiap hari. Dari perkataan itulah
lahir kata jurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan Jurnalistik. (Hikmat
& Purna,a Kusumaningrat).
19. Jurnalistik
adalah kepandaian yang praktis, objek di samping objek-objek ilmu publisistik,
yang mempelajari seluk beluk penyiaran berita dalam keseluruhannya dengan
meninjau segala saluran, bukan saja pers tapi juga radio, TV, film, teater,
rapat-rapat umum dan segala lapangan. (Adinegoro)
20. Jurnalistik
merupakan penulisan tentang hal-hal yang penting dan tidak kita ketahui.
(Leslie Stephen)
21. Jurnalistik
adalah pengiriman informasi dari tempat yang satu ke tempat yang lain dengan
benar, seksama dan cepat, dalam rangka membela kebenaran dan keadilan berpikir,
yang selalu dapat dibuktikan. (Erik Hodgins)
22. Jurnalistik
adalah seni dan keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusuri dan
menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah,
dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayaknya. (Kustadi
Suhandang)
23. Jurnalistik
atau jurnalisme merupakan pekerjaan kewartawanan untuk mengumpulkan, menulis,
mengedit dan menerbitkan berita di dalam surat kabar. (Martin Moenthadi).
24. Pengertian
jurnalistik menurut ilmu publisistik adalah hal-hal yang berkaitan dengan
menyiarkan berita atau ulasan berita tentang peristiwa sehari-hari yang umum
dan actual dengan secepat-cepatnya. (Amilia Indriyati).
Kode
(Inggris: code, dan Latin: codex) adalah buku undang-undang kumpula sandi dan
kata yang disepakati dalam lalu lintas telegrafi serta susunan prinsip hidup
dalam masyarakat. Etik atau etika merupakan moral filosofi filsafat praktis dan
ajaran kesusilaan. Menurut KBBI etika mengandung arti ilmu tentang apa yang
baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban. Moral adalah kumpulan
asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; dan nilai mengenai benar dan
salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dengan demikian, kode etik jurnalistik adalah aturan tata susila
kewartawanan dan juga norma tertulis yang mengatur sikap, tingkah laku, dan
tata karma penertiban.
Sejarah Jurnalistik Indonesia Berakar
pada Sejarah Jurnalistik Dunia
Sejarah Jurnalistik dunia yang ikut memengaruhi cerita sejarah jurnalistik Indonesia
dimulai jaman Romawi Kuno, pada masa pemerintahan Julius Caesar (100-44
SM). Pada saat itu, terdapat acta diurna
yang memuat semua hasil sidang, peraturan baru, keputusan-keputusan senat dan
berbagai informasi penting yang ditempel di sebuah pusat kota yang disebut
Stadion Romawi atau “Forum Romanum†.
Kata diurna sendiri berarti harian atau setiap hari, dan acta yang berarti
catatan. Kata-kata ini kemudian berkembang menjadi journal (jurnal) yang
berarti catatan. Journal menjadi dasar dari kata journalistik atau journalism
yang kita kenal hingga sekarang. Kata ini juga dikenal dalam perjalanan sejarah
jurnalistik Indonesia.
Sejarah jurnalistik di kawasan Asia pertama kali terjadi di Cina. Sejarah
jurnalistik di kawasan Asia ini, juga ikut serta dalam “pembentukan†cerita sejarah jurnalistik
Indonesia yang notabene sama-sama berasal dari kawasan Asia. Surat kabar
pertama kali terbit di Cina tahun 911, yaitu Kin Pau. Surat Kabar ini milik
pemerintah ketika zaman Kaisar Quang Soo. Tidak berbeda dengan di Jaman Caesar,
Kin Pau berisi keputusan rapat, hasil musyawarah dan berbagai informasi dari
Istana.
Jauh sebelum terkenal di kawasan Asia, istilah jurnalistik lebih dulu akrab
dengan masyarakat Eropa. Di Eropa tidak jelas siapa pelopor pertamanya. Namun,
padi 1605, Abraham Verhoehn di Antwerpen Belgia mendapat izin mencetak Nieuwe
Tihdininghen. Akhirnya, pada 1617, selebaran ini dapat terbit 8 hingga 9 hari sekali. Sejarah
jurnalistik yang terjadi di Eropa, dapat dipastikan menyebar hingga kawasan
Asia, dan ikut berpartisipasi dalam pembentukan cerita sejarah jurnalistik
Indonesia maupun negara-negara yang ada di kawasan Asia lainnya.
Beranjak ke Jerman, di tahun 1609, terbitlah surat kabar pertama bernama
Avisa Relation Order Zeitung. Pada 1618, muncul surat kabar tertua di Belanda
bernama Coyrante uytItalien en Duytschland. Surat kabar ini diterbitkan oleh
Caspar VanHilten di Amsterdam. Kemudian surat kabar mulai bermunculan di
Perancis tahun 1631, di Itali tahun 1636 dan Curant of General newsterbit,
surat kabar pertama di Inggris yang terbit tahun 1662.
Berbicara mengenai sejarah jurnalistik Indonesia, semua itu tidak bisa
lepas dari pengaruh sejarah jurnalistik yang ada di berbagai negara, khususnya
negara-negara yang ada di kawasan Eropa. Pengaruh-pengaruh tersebut menyebar
tentu saja melalui beberapa cara. Salah satunya yang memungkinkan masuknya
istilah jurnalistik ke Indonesia adalah melalui penjajahan yang dilakukan oleh
negara-negara yang ada di Eropa seperti Belanda.
Sejarah Jurnalistik Indonesia
Sebagai pengawas kekuasaan, perkembangan jurnalistik di Indonesia selalu
berkaitan erat dengan pemerintahan dan gejolak politik yang terjadi. Cerita
sejarah jurnalistik Indonesia mulai merebak
pada masa pergerakan. Berdasarkan sejarah, jurnalistik Indonesia dibagi
menjadi 3 golongan.
1. Pers Kolonial
Sejarah jurnalistik Indonesia pertama dimulai oleh orang-orang Belanda.
Saat itu dibangun sebuah persatuan jurnalistik. Persatuan jurnalistik tersebut
dikenal juga dengan istilah Pers Kolonial. Pers Kolonial merupakan pers yang
dibangun oleh orang-orang Belanda di Indonesia. Pada Abad ke-18, muncul surat
kabar berama Bataviasche Nouvellesd. Sejak saat itu bermunculan surat kabar
dengan bahasa Belanda yang isinya bertujuan untuk membela kaum
kolonialis.
2. Pers Cina
Berkembangnya dunia jurnalistik di Indonesia juga taklepas dari pengaruh
orang-orang Cina. Sejarah jurnalistik Indonesia yang berhubungan dengan kaum
dataran Cina ini dimulai dari kemunculan surat kabar yang dibuat oleh
orang-orang Cina. Media ini dibuat sebagai media pemersatu keturunan Tionghoa
di Indonesia.
3. Pers Nasional
Sejarah jurnalistik Indonesia yang sesungguhnya dimulai saat gerakan Pers
Nasional muncul pada abad ke-20 di Bandung dengan nama Medan Priayi. Media yang
dibuat oleh Tirto Hadisuryo atau Raden Djikomono, diperuntukan sebagai alat
perjuangan pergerakan kemerdekaan. Tirto Hadisuryo akhirnya dianggap sebagai
pelopor peletak dasar-dasar jurnalistik modern di Indonesia.
Sejarah Jurnalistik Indonesia Dari Penguasa hingga Industri
Sejarah jurnalistik Indonesia menjadi tonggak berkembangnya Pers Indonesia
itu sendiri. Terlebih setelah bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
Mulailah bermunculan berbagai surat kabar baru. Jika dilihat berdasarkan
situasi politik dan pemerintahan yang terjadi sejak kemerdekaan hingga saat
ini, pers di Indonesia mengalami beberapa fase sebagai berikut.
1. Pers sebagai Alat Perjuangan
Sejarah jurnalistik Indonesia terus bergulir. Setelah reformasi, pers
dibutuhkan sebagai alat pemersatu bangsa. Dari tahun 1945 hingga 1950 masih ada
pergolakan untuk mempertahankan kemerdekaan RI. Fungsi pers di sini sebagai
pemberi informasi dan sebagai alat provokasi untuk mengajak rakyat agar mau berjuang
bersama.
Beberapa surat kabar yang ada saat itu adalah Soeara Merdeka (Bandung),
Berita Indonesia (Jakarta), Merdeka, Independent, Indonesian News Bulletin,
Warta Indonesia, dan The Voice of Free Indonesia. Surat kabar tersebut menjadi
saksi bisu cerita sejarah jurnalistik Indonesia.
2. Pers Partisipan (Pers sebagai
Alat Politik)
Pada 1950 -1960, setelah Indonesia mendapatkan kemerdekaannya, pergolakan
politik di dalam negara pun mulai terjadi. Pers di Indonesia mulai terjebak
menjadi media politik. Surat kabar menjadi alat propaganda tiap partai politik.
Tiap-tiap surat kabar menjadi alat untuk menjatuhkan partai lain sehingga
situasi negara semakin panas dan menjadi kacau. Tahun-tahun ini menjadi tahun
penuh cerita dramatis dalam perjalanan sejarah jurnalistik Indonesia.
Di masa Orde Baru, pers dengan adanya penggabungan beberapa partai politik
membuat hubungan antara pers dan partai politik saat itu menjadi putus. Pers
menjadi lebih independen dan tidak terpengaruh dalam hal pemberitaan.
Ketika itulah pers mulai berani sebagai alat kritik pemerintahan. Untuk
itu, Presiden Soeharto langsung melakukan tindakan pembekuan terhadap pers yang
berani melakukan kritik terhadap pemerintah.
Sejak saat itu, pers seperti ketakuatan. Informasi yang diberikan sangat
sempit cakupannya. Tidak ada yang berani menentang penguasa saat itu. Sejarah
jurnalistik Indonesia memang benar-benar memaparkan cerita-cerita menarik bagi
warga jurnalisme itu sendiri.
3. Pers sebagai Alat Pengawas
Pemerintahan
Sejarah jurnalistik Indonesia tidak selamanya menyuguhkan cerita-cerita
dramatis. Di tahun 1990-an, pers di Indonesia mulai bangkit. Pers mulai berani
bertindak sebagai alat pengawas pemerintahan. Kritik pun mulai berani
dilancarkan, dan pers mulai menunjukkan taringnya. Maka tumbanglah rezim
Soeharto di tahun 1998. Penyerahan jabatan kepada BJ Habibie disambut dengan
suka cita. Departemen Penerangan mulai ditiadakan, sehingga pers mendapatkan
kembali kebebasannya.
4. Pers sebagai Industri
Masa-masa suram sejarah jurnalistik Indonesia perlahan mulai kembali cerah.
Sejak tumbangnya Soeharto, hingga sekarang pers mulai bermunculan. Semakin
banyaknya media massa ini tentu membuat mereka harus bersaing untuk tetap hidup
dan mendapat perhatian masyarakat. Maka pers semakin kreatif dalam pengemasan
informasinya.
Tidak hanya pemberitaan tentang politik dan situasi negara saja, pers kini
mulai memperhatikan keingintahuan masyarakat akan sebuah informasi, seperti
musik, gaya hidup, kuliner, ekonomi dan lainnya. Pers kini sudah masuk dalam
ranah industri. Perjalanan panjang dari sejarah jurnalistik Indonesia memang
melahirkan banyak hal. Sebuah perjalanan panjang yang pada akhirnya membawa
pers Indonesia dalam keadaan seperti sekarang ini.
Kode etik jurnalistik diperlukan karena membantu para wartawan
menentukan apa yang benar dan apa yang salah, baik atau buruk, dan bertanggung
jawab atau tidak dalam proses kerja kewartawanan. Etika ditentukan dan
dilaksanakan secara pribadi.. Secara sederhana, kaidah etika dirujuk dari kode
etik (code of ethics) yang bersifat normative dan universal sebagai
kewajiban moral yang harus dijalankan oleh institusi pers. Epitsemologi
diwujudkan melalui langkah metodologis berdasarkan pedoman prilaku (code of
conduct) yang bersifat praksis dan spesifik bagi setiap wartawan dalam
lingkup lembaga persnya. Nilai dari kode etik bertumpu pada rasa malu dan
bersalah (shamefully and guilty feeling) dari hati nurani. Karena itulah
kode etik terkait dengan perkembangan dan pergeseran nilai masyarakat.
Fungsi Kode Etik menurut BIGGS dan Blocher
- Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah / intervensi pemerintah.
- Mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi.
- Melindungi para praktisi dari kesalahan praktek suatu profesi.
Setelah memahami pengertian kode etik jurnalistik, selanjutnya kita akan
menambah pengetahuan mengenai pentingnya kode etik bagi wartawan. Keberadaan
kode etik jurnalistik ini menjadi tanggung jawab bagi para jurnalis yang akan
menyampaikan informasi secara benar dan akurat. Akan tetapi, wartawan tidak
boleh menyampaikan berita yang bersifat dusta atau fitnah dan tidak akurat
kepada masyarakat.
Berita yang bersifat dusta atau fitnah dan ditambah lagi tidak akurat
dilarang untuk disampaikan kepada khalayak karena melanggar kode etik
jurnalistik. Hal tersebut juga dapat diketahui oleh khalayak ketika mengetahui
pengertian kode etik jurnalistik bagi para jurnalis atau wartawan. Wartawan memiliki
kewajiban untuk menyampaikan berita yang benar dan akurat sesuai kode etiknya.
Berita yang menarik bagi khalayak, bukanlah berita yang menyajikan
kebohongan atau dusta bahkan tidak akurat. Namun sebaliknya, berita yang
disukai oleh khalayak adalah berita yang sesuai dengan faktanya dan akurat.
Biasanya para wartawan dituntut untuk menunjukkan kreasi komunikasinya melalui
bahasa dalam bentuk tulis ataupun lisan.
Sesuai pengertian kode etik jurnalistik, jika terjadi pelanggaran terhadap
kode etik jurnalistik ini akan diselesaikan oleh majelis kode etik. Dengan
demikian, kode etik jurnalistik mempunyai peran penting bagi wartawan dalam
memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi. Semoga ulasan mengenai
pengertian kode etik jurnalistik dan hal lain berkaitan di dalamnya memberikan
manfaat bagi kita semua meski bukan berprofesi sebagai wartawan.
Kode etik
jurnalistik adalah acuan moral yang mengatu tindak-tanduk seorang wartawan.
Kode etik jurnalistik bisa berbeda dari satu organisasi ke organisasi lain,
dari satu koran ke koran yang lain. Namun secara umum berisi hal-hal yang
menjamin terpenuhinya tanggung jawab seorang wartawan kepada publik pembacanya.
Hal-hal tersebut
adalah sebagai berikut:
1.
Tanggung jawab
Tugas
atau kewajiban seorang wartawan adalah mengabdikan diri kepada kesejahteraan
umum dengan member masyarakat informasi yang memungkinkan masyarakat membuat
penilaian terhadap sesuatu masalah yang mereka hadapi. Wartawan tak boleh
menyalahgunakan kekuasaan untuk motif pribadi atau tujuan yang tak berdasar.
2.
Kebebasan
Kebebasan
berbicara dan menyatakan pendapat adalah mili setiap anggota masyarakat (milik
publik) dan wartawan menjamin bahwa urusan public harus diselenggarakan
secara public. Wartawan harus berjuang melawan siapa saja yang mengeksploitasi
pers untuk keuntungan pribadi atau kelompok.
3.
Independensi
Wartawan
harus mencegah terjadinya benturan kepentingan (conflict of interest) dalam
dirinya. Dia tak boleh menerima apapun dari sumber berita atau terlibat dalam
aktifitas yang bisa melemahkan integritasnya sebagai penyampai informasi atau
kebenaran.
4.
Kebenaran
Wartawan
adalah mata, telinga dan indera dari pembacanya. Dia harus senantiasa berjuang
untuk memelihara kepercayaan pembaca dengan meyakinkan kepada mereka bahwa
berita yang ditulisnya adalah akurat, berimbang dan bebas dari bias.
5.
Tak Memihak
Laporan
berita dan opini harus secara jelas dipisahkan. Artikel opini harus secara
jelas diidentifikasikan sebagai opini.
6.
Adil dan Fair
Wartawan
harus menghormati hak-hak orang yang terlibat dalam berita yang ditulisnya
serta mempertanggungjawabkan kepada public bahwa berita itu akurat serta fair.
Orang yang dipojokkan oleh sesuatu fakta dalam berita harus diberi hak untuk
menjawab.
Kode Etik Jurnalistik (KEJ) merupakan
aturan mengenai perilaku dan pertimbangan moral yang harus dianut dan ditaati
oleh media pers dalam siarannya. Kode Etik Jurnalistik pertama kali dikeluarkan
oleh PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) yang antara lain :
1.
Berita diperoleh dengan cara
jujur.
2.
Meneliti kebenaran suatu berita
atau keterangan sebelum disiarkan (check dan recheck).
3.
Sebisanya membedakan yang nyata (fact)
dan pendapat (opinion).
4.
Menghargai dan melindungi
kedudukan sumber yang tidak mau disebut namanya.
5.
Tidak memberitakan berita yang
diberikan secara off the record (four eyes only).
6.
Dengan jujur menyebutkan sumber
dalam mengutip berita atau tulisan dari suatu surat kabar atau penerbitan,
untuk kesetiakawanan profesi.
Ketika Indonesia
memasuki era reformasi dengan berakhirnya rezim orde baru, organisasi wartawan
yang awalnya tunggal yakni hanya PWI, menjadi banyak. Maka KEJ pun hanya
berlaku bagi wartawan anggota dari PWI. Namun demikian, organisasi jurnalistik
lainnya pun merasa akan pentingnya kode etik jurnalistik. Pada tanggal 6
Agustus 1999, sebanyak 24 dari 26 organisasi wartawan berkumpul di Bandung dan
Menandatangani Kode Etiik Wartawan Indonesia (KEWI). Sebagian besar isinya
mirip dengan KEJ PWI. KEWI perintikan tujuh hal sebagai berikut. :
1.
Wartawan Indonesia menghormati hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
2.
Wartawan Indonesia menempuh
tatacara yang etis dalam memperoleh dan menyiarkan informasi dan memberikan
identitas kepada sumber informasi.
3.
Wartawan Indonesia menghormati
asas praduga tak bersalah, tidak mencampur adukkan fakta dengan opini,
berimbang, dan selalu meneliti kebenaran informasi serta tidak melakukan
plagiat.
4.
Wartawan Indonesia tidak
menyebarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, cabul, serta tidak
menyebutkan identitas korban kejahatan susila.
5.
Wartawan Indonesia tidak menerima
suap dan tidak menyalahgunakan profesi.
6.
Wartawan Indonesia memiliki hak
tolak, menghargai ketentuan embargo informasi latar belakang, dan off the
record sesuai kesepakatan.
7.
Wartawan segera mencabut dan
meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani hak jawab.
KEWI kemudian
ditetapkan sebagai Kode Etik yang berlaku bagi seluruh wartawan Indonesia.
Penetapan dilakukan dewan pers sebagaimana diamanatkan UU No. 40 Tahun
1999 tentang pers melalui SK Dewan Pers No. 1/SK-DP/2000 tanggal 20 juni tahun
2000 [Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi
kewartawanan]. Penerapan kode etik itu juga
menjamin tegaknya kebebasan pers serta terpenuhinya hak – hak masyarakat. Kode
Etik harus menjadi landasan moral atau etika profesi yang bisa jadi pedoman
profesionalitas wartawan. Pengawasan dan penetapan sanksi ata pelanggaran Kode
Etik tersebut sepenuhnya diserahkan kepada jajarn pers dan dilaksanakan oleh
organisasi yang dibentuk untuk itu.
KEWI harus
mendapat perhatian penuh dari semua wartawan. Hal ini jika memang benar –benar
ingin menegakkan citradan posisi wartawan sebagai kaum profesional. Paling
tidak KWI diawasi secara Internal oleh pemilik atau manajemen radaksi masing –
masing media masa.
Pers dalam
menjalankan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya, haruslah menghormati hak
asasi setiap orang. Oleh sebab itu pers dituntut untuk profesional dan terbuka.
Pers memiliki peranan penting dalam menegakkan HAM. Pers Juga elaksanakan kontrol
sosial (Social Control) untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan keuasaan baik
korupsi, kolusi dan nepotisme. maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya.
Suatu sistem pers
di Indonesia diciptakan untukmnentukan begaimana seharusnya pers dapat menjalankan
kebebasan dan tanggung jawabnya. Pers dalam sejarah Indonesia memiliki peran
yang efektif debagai jembatan komunikasi timbal balik antara pemerintah dengan
masyarakat, dan masyarakat dengan masyarakat itu sendiri.
1.
Jurnalis menghormati hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
2.
Jurnalis senantiasa mempertahankan
prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan
serta kritik dan komentar.
3.
Jurnalis memberi tempat bagi pihak
yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.
4.
Jurnalis hanya melaporkan fakta
dan pendapat yang jelas sumbernya.
5.
Jurnalis tidak menyembunyikan
informasi penting yang perlu diketahui masyarakat.
6.
Jurnalis menggunakan cara-cara
yang etis untuk memperoleh berita, foto dan dokumen.
7.
Jurnalis menghormati hak nara
sumber untuk memberi informasi latar belakang, off the record, dan embargo.
8.
Jurnalis segera meralat setiap
pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat.
9.
Jurnalis menjaga kerahasiaan
sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku
tindak pidana di bawah umur.
10. Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan,
diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, politik, cacat/sakit jasmani,
cacat/sakit mental atau latar belakang sosial lainnya.
11. Jurnalis menghormati privasi, kecuali hal-hal itu bisa merugikan
masyarakat.
12. Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman
kekerasan fisik dan seksual.
13. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk
mencari keuntungan pribadi.
14. Jurnalis tidak dibenarkan menerima sogokan.
Catatan: yang dimaksud dengan sogokan adalah semua bentuk pemberian berupa uang, barang dan atau fasilitas lain, yang secara langsung atau tidak langsung, dapat mempengaruhi jurnalis dalam membuat kerja jurnalistik.
Catatan: yang dimaksud dengan sogokan adalah semua bentuk pemberian berupa uang, barang dan atau fasilitas lain, yang secara langsung atau tidak langsung, dapat mempengaruhi jurnalis dalam membuat kerja jurnalistik.
15. Jurnalis tidak dibenarkan menjiplak.
16. Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.
17. Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang
menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip di atas.
18. Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan oleh
Majelis Kode Etik.
Empat
Sistem Pers di Dunia
Pers selalu
mengambil bentuk dan warna struktur-struktur social politik di dalam mana ia
beroperasi. Terutama, pers mencerminkan system pengawasan social dengan mana
hubungan antara orang dan lembaga diatur. Orang harus melihat pada
system-sistem masyarakat dimana per situ berfungsi. Untuk melihat system-sistem
social dalam kaitan yang sesungguhnya dengan pers, orang harus melihat keyakian
dan asumsi dasar yang dimiliki masyarakat itu : hakikat manusia, hakikat
masyarakat dan Negara, hubungan antar manusia dengan Negara, hakikat
pengetahuan dan kebenaran. Jadi pada akhirnya perbedaan pada system pers adalah
perbedaan filsafat.
1.
Teori Pers
Otoritarian
Muncul
pada masa iklim otoritarian di akhir Renaisans, segera setelah ditemukannya
mesin cetak. Dalam masyarakat seperti itu, kebenaran dianggap bukanlah hasil
dari masa rakyat, tetapi dari sekelompok kecil orang –orang bijak yang
berkedudukan membimbing dan mengarahkan pengikut-pengikut mereka. Jadi
kebenaran dianggap harus diletakkan dekat dengan pusat kekuasaan. Dengan
demikian pers difungsikan dari atas ke bawah. Penguasa-penguasa waktu itu
menggunakan pers untuk memberi informasi kepada rakyat tentang
kebijakan-kebijakan penguasa yang harus didukung. Hanya dengan ijin khusus pers
boleh dimiliki oleh swasta, dan ijin ini dapat dicabut kapan saja terlihat
tanggungjawab mendukung kebijaksanaan pekerjaan tidak dilaksanakan. Kegiatan
penerbitan dengan demikian merupakan semacam persetujuan antara pemegang
kekuasaan dengan penerbit, dimana pertama memberikan sebuah hak monopoli dan
ang terakhir memberikan dukungan. Tetapi pemegang kekuasaan mempunyai hak untuk
membuat dan merubah kebijaksanaan, hak memberi ijin dan kadang-kadang
menyensor. Jelas bahwa konsep pers seperti ini menghilangkan fungsi pers
sebagai pengawas pelaksanaan pemerintahan.
Praktek-praktek otoritarian masih ditemukan di seluruh bagian dunia walalupun telah ada dipakai teori lain, dalam ucapan kalaupun tidak dalam perbuatan, oleh sebagian besar Negara komunis.
2.
Teori Pers
Libertarian
Teori
ini memutarbalikkan posisi manusia dan Negara sebagaimana yang dianggap oleh
teori Otoritarian. Manusia tidak lagi dianggap sebagai mahluk berakal yang
mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah, antara alternative yang
lebih baik dengan yang lebih buruk, jika dihadapkan pada bukti-bukti yang
bertentangan dengan pilihan-pilihan alternative. Kebenaran tidak lagi dianggap sebagai
milik penguasa. Melainkan, hak mencari kebenaran adalah salah satu hak asasi
manusia. Pers dianggap sebagai mitra dalam mencari kebenaran.
Dalam
teori Libertarian, pers bukan instrument pemerintah, melainkan sebuah alat
untuk menyajikan bukti dan argument-argumen yang akan menjadi landasan bagi
orang banyak untuk mengawasi pemerintahan dan menentukan sikap terhadap
kebijaksanaannya. Dengan demikian, pers seharusnya bebas sari pengawasan dan
pengaruh pemerintah. Agar kebenaran bisa muncul, semua pendapat harus dapat
kesempatan yang sama untuk didengar, harus ada pasar bebas pemikiran-pemikiran
dan informasi. Baik kaum minoritas maupun mayoritas, kuat maupun lemah, harus
dapat menggunakan pers.
Sebagian
besar Negara non komunis, paling tidak di bibir saja, telah menerima teori pers
Libertarian. Tetapi pada abad ini telah ada aliran-aliran perubahan. Aliran ini
berbentuk sebuah Otoritarianisme baru di Negara-negara komunis dan sebuah
kecenderungan kearah Liberitarianisme baru di Negara-negara non komunis.
3.
Teori Pers
Tanggungjawab Sosial
Teori
ini diberlakukan sedemikian rupa oleh beberapa sebagian pers. Teori
Tanggungjawab social punya asumsi utama : bahwa kebebasan, mengandung
didalamnya suatu tanggung jawab yang sepadan; dan pers yang telah menikmati kedudukan
terhormat dalam pemerintahan Amerika Serikat, harus bertanggungjawab kepada
masyarakat dalam menjalankan fungsi-fungsi penting komunikasi massa dalam
masyarakat modern. Asal saja pers tau tanggungjawabnya dan menjadikan itu
landasan kebijaksanaan operasional mereka, maka system libertarian akan dapat
memuaskan kebutuhan masyarakat. Jika pers tidak mau menerima tanggungjawabnya,
maka harus ada badan lain dalam masyarakat yang menjalankan fungsi komunikasi
massa.
Pada
dasarnya fungsi pers dibawah teori tanggungjawab social sama dengan fungsi pers
dalam teori Libertarian. Digambarkan ada enam tugas pers :
1.
Melayani sistem politik dengan
menyediakan informasi, diskusi dan perdebatan tentang masalah-masalah yang
dihadapi masyarakat.
2.
Memberi penerangan kepada
masyarakat, sedemikian rupa sehingga masyarakat dapat mengatur dirinya sendiri.
3.
Menjadi penjaga hak-hak perorangan
dengan bertindak sebagai anjing penjaga yang mengawasi pemerintah.
4.
Melayani system ekonomi dengan
mempertemukan pembeli dan penjual barang atau jasa melalui medium periklanan,
5.
Menyediakan hiburan, mengusahakan
sendiri biaya financial, demikian rupa sehingga bebas dari tekanan-tekanan
orang yang punya kepentingan.
4.
Teori Pers Soviet
Komunis
Dalam
teori Soviet, kekuasaan itu bersifat sosial, berada di orang-orang, sembunyi di
lembaga-lembaga sosial dan dipancarkan dalam tindakan-tindakan
masyarakat.Kekuasaan itu mencapai puncaknya (a) jika digabungkan dengan
semberdaya alam dan kemudahan produksi dan distribusi , dan (b) jika ia
diorganisir dan diarahkan.
Partai
Komunis memiliki kekuatan organisasi ini. partai tidak hanya menylipkan dirinya
sendiri ke posisi pemimpin massa; dalam pengertian yang sesungguhnya, Partai
menciptakan massa dengan mengorganisirnya dengan membentuk organ-organ akses dan
kontrol yang merubah sebuah populasi tersebar menjadi sebuah sumber kekuatan
yang termobilisir. Partai mengganggap dirinya sebagai suatu staf umum bagi masa
pekerja. Menjadi doktrin dasar, mata dan telinga bagi massa. Negara Soviet
bergerak dengan program-program paksaan dan bujukan yang simultan dan
terkoordinir. Pembujukan adalah tanggungjawabnya para agitator, propagandis dan
media. Komunikasi massa digunakan secara instrumental, yaitu sebagai instrumen
negara dan partai. Komunikasi massa secara erat terintegrasi dengan
instrumen-instrumen lainnya dari kekuasaan negara dan pengaruh partai.
Komunikasi massa digunakan untuk instrumen persatuan di dalam negara dan di
dalam partai. Komunikasi massa hampir secara ekslusif digunakan sebagai
instrumen propaganda dan agitasi. Komunikasi massa ini punya ciri adanya
tanggungjawab yang dipaksakan.
Selain
empat teori pers yang diungkapkan oleh Fred. S. Siebert, Theodore B. Peterson,
dan Wilbur Schram dalam karangannya yang berjudul “Four Theories of The Press”,
yang terbit pada tahun 1965, ada pula Willian A.Hachten yang mengungkapkan
adanya lima sistem pers yang berlaku di dunia. Hal ini diungkapkannya dalam
bukunya yang berjudul “The World News Prism”, yang terbit pada tahun 1981. Lima
sistem pers tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Otoritarian
2.
Komunis
3.
Revolusioner
4.
Konsep Barat : Merupakan gabungan
dari sistem libetarian dan tanggung jawab sosial
5.
Pembangunan : Merupakan gabungan
dari sistem otoritarian, komunis, dan tanggung jawab sosial.
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN
1999
TENTANG
PERS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. Bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan
menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan
pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar
1945 harus dijamin;
b. Bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang
demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati
nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat
hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan
kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
c. Bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi,
dari pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban dan
peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional
sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur
tangan dan paksaan dari manapun;
d. Bahwa pers nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;
e. Bahwa Undang-undang No. 11 Tahun 1966, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 4 Tahun 1967 dan diubah
dengan Undang-undang No. 21 Tahun 1982 sudah tidak sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman;
f. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a. b, c, d,
dan e, perlu dibentuk Undang-undang tentang Pers.
Mengingat:
1.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan
Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945;
2.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
Dengan Persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERS
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini, yang
dimaksud dengan:
1.
Pers adalah lembaga sosial dan
wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi
baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan
grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media
elektronik, dan segala jenis uraian yang tersedia.
2.
Perusahaan pers adalah badan hukum
Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak,
media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara
khusus menyelenggarakan, menyiarkan, dan menyalurkan informasi.
3.
Kantor berita adalah perusahaan pers
yang melayani media cetak, media elektronik, atau media lainnya serta
masyarakat umum dalam memperoleh informasi.
4.
Wartawan adalah orang yang secara
teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.
5.
Organisasi pers adalah organisasi
wartawan dan organisasi perusahaan pers.
6.
Pers nasional adalah pers yang
diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia.
7.
Pers asing adalah pers yang
diselenggarakan oleh Perusahaan pers asing.
8.
Penyensoran adalah penghapusan
secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau
disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang bersifat mengancam dari
pihak manapun, dan atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak
berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.
9.
Pembredelan atau pelarangan
penyiaran adalah penghentian penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara
paksa atau melawan hukum.
10. Hak Tolak
adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan
atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.
11. Hak Jawab
adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau
sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
12. Hak Koreksi
adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi
yang diberikan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
13. Kewajiban
Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi,
data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh
pers yang bersangkutan.
14. Kode Etik Jurnalistik
adalah himpunan etika profesi kewartawanan.
BAB II
ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN PERANAN PERS
Pasal 2
Kemerdekaan pers adalah salah satu
wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan,
dan supremasi hukum.
Pasal 3
1.
Pers nasional mempunyai fungsi
sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
2.
Disamping fungsi-fungsi tersebut
pada (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.
Pasal 4
1.
Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak
asasi warga negara.
2.
Terhadap pers nasional tidak
dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
3.
Untuk menjamin kemerdekaan pers,
pers nasional mempunyai hal mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan
dan informasi.
4.
Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan
di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak.
Pasal 5
1.
Pers nasional berkewajiban
memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa
kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
2.
Pers wajib melayani Hak Jawab.
3.
Pers wajib melayani Hak Koreksi.
Pasal 6
Pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut:
1.
Memenuhi hak
masyarakat untuk mengetahui;
2.
Menegakkan
nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak
Asasi Manusia, serta menghormati kebinekaan;
3.
Mengembangkan
pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar;
4.
Melakukan
pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kepentingan umum;
5.
Memperjuangkan
keadilan dan kebenaran.
BAB III
WARTAWAN
Pasal 7
1.
Wartawan babas memilih organisasi
wartawan;
2.
Wartawan memiliki dan menaati Kode
Etik Jurnalistik.
Pasal 8
Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
BAB IV
PERUSAHAAN PERS
Pasal 9
1.
Setiap warga negara Indonesia dan negara
berhak mendirikan perusahaan pers.
2.
Setiap perusahaan pers harus
berbentuk badan hukum Indonesia.
Pasa1 10
Perusahaan pers memberikan
kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham
dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya.
Pasal 11
Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan
melalui pasar modal.
Pasal 12
Perusahaan pers wajib mengumumkan
nama, alamat dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang
bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan.
Pasal 13
Perusahaan pers dilarang memuat
Iklan:
a.
Yang berakibat
merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antar umat
beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
b.
Minuman keras,
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku;
c.
Peragaan wujud
rokok dan atau penggunaan rokok.
Pasal 14
Untuk mengembangkan pemberitaan ke
dalam dan ke luar negeri, setiap warga negara Indonesia dan negara dapat
mendirikan kantor berita.
BAB V
DEWAN PERS
Pasal 15
1.
Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan
meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen.
2.
Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
a.
melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak
lain;
b.
melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan
pers;
c.
menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik
Jurnalistik;
d.
memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian
pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers;
e.
mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan
pemerintah;
f.
memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam
menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi
kewartawanan;
g.
mendata perusahaan, pers.
3.
Anggota Dewan Pers terdiri dari:
a.
wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;
b.
pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi
perusahaan pers;
c.
tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dari atau
komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan
organisasi perusahaan pers.
4.
Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers dipilih dari dan oleh
anggota.
5.
Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
6.
Keanggotaan Dewan Pers berlaku untuk masa tiga tahun
dan sesudah itu hanya dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya.
7.
Sumber pembiayaan Dewan Pers berasal dari:
a.
organisasi pers;
b.
perusahaan pers:
c.
bantuan dari negara dan bantuan lain yang tidak
mengikat.
BAB VI
PERS ASING
Pasal 16
Peredaran pers asing dan pendiri
perwakilan perusahaan pers asing di Indonesia disesuaikan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, yang berlaku.
BAB VII
PERAN SERTA
MASYARAKAT
Pasal 17
1.
Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers
dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
2.
Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a.
memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, etika, dan kekeliruan
teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers;
b.
menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan
meningkatkan kualitas Pers nasional.
BAB VIII
KETENTUAN
PIDANA
Pasal 18
1.
Setiap orang yang secara melawan
hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau
menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2.
Perusahaan pers yang melanggar
ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3.
Perusahaan pers yang melanggar
ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 dipidana dengan pidana denda paling
banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
BAB IX
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 19
1.
Dengan berlakunya undang-undang ini
segala peraturan perundang-undangan di bidang pers yang berlaku serta badan
atau lembaga yang ada tetap berlaku atau tetap menjalankan fungsinya sepanjang
tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan
undang-undang ini.
2.
Perusahaan pers yang sudah ada
sebelum diundangkannya undang-undang ini, wajib menyesuaikan diri dengan
ketentuan undang-undang ini dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak
diundangkannya undang-undang ini.
BAB X
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 20
Pada saat undang-undang ini mulai
berlaku:
1.
Undang-undang No. 11 Tahun 1966
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers (LN Republik Indonesia Tahun 1966 No.
40, TLN Republik Indonesia No. 2815) yang telah diubah terakhir dengan
Undang-undang No. 21 Tahun 1982 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik
Indonesia No. 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang No. 4 Tahun 1967 (LN Republik Indonesia Tahun
1982 No. 52, TLN Republik Indonesia No. 3235);
2.
Undang-undang No. 4 PNPS Tahun 1963
tentang Pengamanan Terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu
Ketertiban Umum (LN Republik Indonesia Tahun 1963 No. 23, TLN Republik
Indonesia No. 2533), Pasal 2 ayat (3) sepanjang menyangkut ketentuan mengenai
buletin-buletin, surat-surat kabar harian, majalah-majalah, dan
penerbitan-penerbitan berkala; dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 21
Undang-undang ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 23 September 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 23 September 1999
MENTERI NEGARA/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
MULADI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR
166
"Hi!..
BalasHapusGreetings everyone, my name Angel of Jakarta. during my
visiting this website, I found a lot of useful articles, which indeed I was looking earlier. Thanks admin, and everything."
Ejurnalism